TEGAL, Berita HUKUM - Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani mengingatkan para calon Pekerja Migran Indonesia (PMI) Anak Buah Kapal (ABK) mempersiapkan seluruh dokumen resmi dan kemampuan atau skill termasuk berbahasa asing sebelum berangkat bekerja ke negara tujuan. Hal ini bertujuan agar PMI ABK berangkat bekerja ke negara tujuan atau penempatan secara resmi dan prosedural.
"Kenapa harus prosedural? Dokumen PMI tercatat oleh negara, perlindungan otomatis dapat langsung diberikan oleh negara. Bila mengalami permasalahan, PMI yang prosedural punya kekuatan untuk menegakkan keadilan," lugas Benny saat berdiskusi dan berdialog dengan para calon PMI ABK, di Pantai Batamsari Tegal, Jawa Tengah, Minggu (15/11).
Selain itu Benny juga meminta para calon Pekerja Migran Indonesia (PMI) Anak Buah Kapal (ABK) untuk meningkatkan kompetensi dan memfasihkan bahasa negara penempatan. Sementara seluruh dokumen juga wajib disiapkan agar PMI ABK berangkat secara resmi dan prosedural.
Pemberangkatan PMI Masih Kendala Pandemi
Benny memahami pandemi Covid-19 berdampak pada terhambatnya penempatan calon PMI untuk bekerja di luar negeri. Namun, ia menyatakan keputusan pembukaan penempatan PMI berada di tangan Kementerian Ketenagakerjaan berdasarkan kesiapan negara penempatan.
Adapun saat ini pemerintah telah membuka proses penempatan PMI untuk 23 negara. Daftar nama negara yang dibuka terdapat dalam Keputusan Direktur Jenderal Binapenta & PKK No. 3/33236/PK.02.02/X/2020 tentang Perubahan atas Keputusan Direktur Jenderal Binapenta & PKK No.3/20888/PK.02.02/VIII/2020 tentang Penetapan Negara Tujuan Penempatan tertentu bagi PMI pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru.
"Penutupan penempatan PMI terjadi karena pandemi Covid-19. Lalu, seiring dibukanya lockdown di beberapa negara, pemerintah Indonesia pun merespon dengan membuka kembali secara bertahap penempatan di sejumlah negara. Namun, perlu dipahami bahwa pembukaan penempatan PMI juga sangat bergantung pada negara penempatan itu sendiri. Kami siap membuka seluruh negara penempatan, tetapi negara di sana belum buka," papar Benny dihadapan 100 calon PMI ABK.
Mantan anggota DPD RI dua periode ini juga meminta Pemerintah Daerah untuk membuat rancangan kegiatan dan anggaran untuk pendidikan dan pelatihan calon PMI. Sebab, hal tersebut sudah menjadi tugas dan tanggung jawab Pemerintah Daerah sesuai Pasal 40-42 Undang-Undang No. 18/2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
"Pembagian tugas sudah jelas dalam UU No. 18/2017. Pendidikan dan pelatihan calon PMI dan pembinaan pengawasan LPK (Lembaga Pelatihan Kerja) adalah tugas Pemerintah Daerah. Bahkan, penyebarluasan informasi pasar kerja dilakukan hingga Pemerintah Desa. Daerah juga harus berperan dalam menyiapkan calon PMI yang kompeten dan profesional," terang Benny.
Kegiatan diskusi dan dialog 'Pelindungan dan Penempatan PMI ABK', turut dihadiri Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Tengah, Sakina Rosellasari dan Kepala Disnakerin Kota Tegal, Heru Setyawan.
Dalam kesempatan itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Tengah, Sakina Rosellasari mengaku Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah memiliki satuan tugas untuk melindungi PMI asal Jawa Tengah. Satgas tersebut bertugas mengedukasi dan melatih calon PMI asal Jawa Tengah agar memiliki kompetensi dan fasih berbahasa asing saat bekerja di negara penempatan.
"Kita ingin PMI siap dokumen, siap bahasa negara penempatan, siap kompetensi, dan siap dengan budaya di sana. Kami, Provinsi Jawa Tengah, membuka pintu bagi masyarakat dan calon PMI yang ingin menanyakan semua informasi tentang bekerja di luar negeri," papar Sakina.
Adapun jumlah PMI asal Jawa Tengah yang tercatat di UPT BP2MI Jawa Tengah mencapai 5.369 orang pada 2020. Sebanyak 4.552 orang merupakan PMI yang bekerja di sektor formal, 689 orang di sektor informal, 70 orang bekerja secara mandiri, dan 58 orang sedang mengajukan cuti.
Pelindungan PMI ABK
Terkait aturan hukum pelindungan PMI ABK, Benny mengakui hingga saat ini masih terjadi tumpang tindih antar instansi pemerintah. Tumpang tindih peraturan terjadi karena ego sektoral antar kementerian/lembaga.
"Namun, meski tidak ada kewenangan, tidak ada anggaran khusus untuk PMI ABK, BP2MI selalu melayani semua PMI. Kami tetap menangani pengaduan dan pemulangan PMI ABK," ungkap Benny.
Karena itu, ia berharap RPP Awak Kapal Perikanan Migran & Awak Kapal Niaga Migran yang menekankan penegasan kewenangan, tugas, dan fungsi antar instansi yang menangani tata kelola penempatan dan pelindungan ABK Perikanan dapat segera ditetapkan. RPP Awak Kapal Perikanan Migran & Awak Kapal Niaga Migran merupakan peraturan turunan yang diamanatkan dalam UU No. 18/2017.
Di samping itu, BP2MI mendorong moratorium/penghentian sementara pengiriman ABK khususnya ABK Perikanan yang bekerja di perairan internasional (ABK Letter of Guarantee) sampai diterbitkannya RPP tersebut. Hal itu dilakukan untuk menjamin pelindungan PMI ABK Perikanan yang sangat rentan mengalami eksploitasi kerja.
Pengawasan dan penegakkan hukum bagi badan hukum yang tidak melakukan penempatan dan pelindungan ABK Perikanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan juga dilakukan oleh BP2MI melalui pemberian sanksi bahkan rekomendasi pencabutan SIP3MI/SIUPPAK/SIUP.
BP2MI juga mendorong Satgas Pemberantasan Penempatan Ilegal PMI dapat didasari Keputusan Presiden sehingga Satgas dapat bekerja secara optimal. Sebab, mayoritas PMI ABK bekerja secara nonprosedural dan tidak tercatat di Sistem Komputerisasi Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (SISKOP2MI).
"Kami, BP2MI juga berkomitmen untuk menjadi pemrakarsa ratifikasi konvensi ILO 188 sejauh kewenangan yang dimilikinya dan berkoordinasi dengan K/L terkait untuk proses pembahasan lebih lanjut guna memberikan perlindungan optimal kepada PMI ABK," tukasnya.(hum/bh/amp) |