JAKARTA, Berita HUKUM - Media sosial (medsos) saat ini kerap dihidangkan beragam informasi. Staf Ahli Mentri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Bidang Hukum, Henry Subiakto mengatakan, cepatnya arus informasi yang tersebar di medsos besar kemungkinan terjadi konflik.
"Karena isinya memang sangat beragam apa yang tersebar di medsos sekarang, sudah tidak lagi mengindahkan suku, agama, dan ras," terang Henry, dalam Pengajian Bulanan yang diselenggarakan Pimpinan Pusat Muhammadiyah dengan tema Dunia Media Sosial dan Fikih Informasi, di Auditorium KH Ahmad Dahlan, Gedung PP Muhammadiyah Menteng Jakarta Pusat, Jumat malam (3/2).
Selain itu, Henry juga mengatakan bahwa medsos dapat menciptakan mass self communication, sehingga pesan tersebar luas lewat person to person. Saat menjadi trending topic, maka berita itu bisa saling berpengaruh dengan media massa. "Media sosial ini menjadi extention of social communication. Berbagai issue yang dapat menjadi words of mouth, mudah tersebar luas," terangnya.
"Media abal-abal amat merugikan dan berpotensi melanggar UU Pers, UU ITE, berpotensi ghibah, fitnah, melanggar UU copyright," tegas Henry.
Terkait Hoax, Henry mengungkapkan sejumlah ciri hoax. Diantaranya, hoax itu pesan atau berita yang menipu. Informasinya memunculkan kecemasan, kebencian, atau memuja orang secara berlebihan.
"Sumbernya tidak jelas, sehingga tidak bisa dimintai pertanggungjawabannya. Pesannya sepihak, Dan seringkali mencatut nama orang besar dan menggunakan nama media yang mirip media terkenal," ujarnya.
Menyikapi berita hoax, Henry menghimbau agar masyarakat harus cerdas dalam memahami fenomena media abal-abal, akun anonym, buzzer dan hoax.
Sementara narasumber, Dadang Kahmad, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyampaikan, perkembangan dunia teknologi dan informasi yang semakin berkembang pesat saat ini menimbulkan kekhawatiran sendiri bagi masyarakat.
Sehingga, menurut Dadang, masyarakat perlu mengedepankan kehati-hatian dalam memanfaatkan era informasi yang serba bebas dan cepat tersebut. "Dalam menggunakan medsos kita harus mengedepankan hati nurani daripada emosi," imbuh Dadang, dalam Pengajian Bulanan PP Muhammadiyah di Auditorium KH Ahmad Dahlan, Menteng Jakarta Pusat, Jumat (3/2).
Selain itu, menurut Dadang dalam bermedsos tanggung jawab dalam berujar sangat dibutuhkan, ditambah lagi saat ini kabar bohong atau hoax intens menyebar di medsos. "Menyebarluaskan berita bohong bisa mendapatkan azab, baik penyebarluasan kabar bohong atau hoax secara multimedia, termasuk via media sosial, maupun secara langsung," terang Dadang.
Kembali dijelaskan Dadang, hoax pada dasarnya dapat berbentuk pesan atau berita yang menipu. Informasinya dapat menciptakan kecemasan, kebencian atau pemujaan berlebihan. Sumbernya biasanya tidak jelas sehingga tidak bisa dimintai pertanggungjawaban.
"Hoax biasanya terdapat di media abal-abal yang menggunakan nama yang mirip dengan media-media mainstream yang terkenal. Ciri-ciri utama media abal-abal adalah tidak mencantumkan susunan redaksi penanggungjawab dan tidak memiliki alamat redaksi sehingga tidak bisa dihubungi, didatangi atau dikunjungi bila pemberitaannya bermasalah," tegas Dadang.
Hoax di dalam media abal-abal, lanjut Dadang, dapat memanfaatkan fanatisme, atas nama ideologi atau agama, dan organisasi atau komunitas yang besar. Penyebarluasan berita hoax biasanya dengan judul provokatif, dan biasanya pula isinya tidak cocok dengan judul, ditambah penyebarnya selalu minta diviralkan agar keuntungan mereka berlipat-lipat.
Oleh sebab itu, Dadang menghimbau untuk memanfaatkan medsos dalam hal menyebarluaskan kebaikan, berbagi nilai-nilai yang positif dan konstruktif, berbagi informasi yang benar dan bermanfaat sebagai sarana silaturahim atau pun dakwah.(adam/adam/raipan/muhammadiyah./bh/sya) |