ACEH, Berita HUKUM - Akademisi Universitas Malikussaleh (Unimal) Lhokseumawe, Amrijal J Prang, SH LLM, mengatakan bahwa pemerintah Aceh dapat mengajukan gugatanya ke Mahkamah Agung (MA) apabila rancangan qanun yang diusulkannya tidak disetujui oleh pemerintah.
Kalaupun pemerintah Aceh tidak menyetujui dengan isi Perpres secara prosuderal hukumnya, dibolehkan untuk mengajukan ke MA. Karena untuk menggugat ke MA itu dibenarkan secara hukum. "Namun ini kan bicara normalnya secara daerah keseluruhanya," jelas J Prang, kepada pewarta BeritaHUKUM.com, Jum'at (24/5).
Tapi karena melihat persoalan Aceh sekarang ini, kecenderunganya bukan hanya persoalan hukum, tapi persoalan politik dan dalam hal ini adalah identik dengan perdamaian Aceh yang pada akhirnya menjadi berlarut.
Makanya, dengan metode pendekatan melalui dialog juga bagus sebenarnya, dengan tujuanya win-win solution. Dalam solution tadi, Aceh tetap damai, kepentingan pusat juga berjalan dengan baik artinya hubungan Aceh dengan pusat juga tidak banyak masalah. "Ini sangat bagus," tukasnya lagi.
Dalam konteks politik ini kalau kita lihat, sebenarnya masih banyak hal-hal yang tidak perlu dipersoalkan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah Aceh. Meskipun kalau kita lihat keinginan wakil rakyat untuk referendum secara politik sah-sah saja meminta upaya itu. Karena ketika aspirasi pemerintahan Aceh masih bermasalah ditingkat pusat maka mereka akan melakukan referendum.
Tapi jika dilihat secara kontitusi Indonesia, yang menjadi persoalanya sekarang ini tidak ada lagi aturan atau payung hukum untuk melakukan jajak pendapat itu, sebelumnya ada diatur melalui Tap MPR-nya. "Kalau sekarang kan sudah tidak ada lagi, dan itu saja kan persoalanya," ujar Dosen Unimal, Amrijal J Prang.
Mengenai persoalan referendum itu menurut dia, untuk dijerat dalam UU Makar itu masih jauh karena kewenangan lembaga DPR, lembaga legislatif baik MPR RI, DPR maupun DPRD bagi mereka mempunyai hak Imunitas. Hak imunitas itu apabila apa yang dibicarakan baik itu di dalam parlemen yang berkaitan dengan aturan yang dibahas dalam perundang-undangan mereka punya hak itu.
"Jadi, hak menyampaikan pendapat seperti itu tidak ada masalah kalau masih dalam konteks pembahasan," tanda J Prang.
Harapanya bahwa, kalau berbicara hari kan harus melihat prospektif antara pusat-Aceh. Artinya, kalau terus bicara Aceh ini ingin damai, maka kita berharap RI-Aceh harus mundur satu langkah. Agar kepentingan umum ini bisa terlaksanakan dengan baik untuk pembangunan kesejahteraan rakyat, bukan berbicara kepentingan-kepentingan yang dapat mempengaruhi kepada Aceh.
"Jadi harus saling bisa menerima, kemudian bisa memaklumilah," tutupnya.(bhc/sul)
|