*Polisi Amankan 13 Orang dan Masuk Ponpes
JAKARTA-Kepolisian telah mengamankan 13 orang terkait ledakan bom di Pondok Pesantren Umar Bin Khattab di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB). Keterlibatan mereka itu belum diketahui perannya. Namun, belasan orang ini diduga yang mengantarkan jenazah Firdaus. "Sudah 13 Orang yang diamankan. Mereka adalah orang yang mengantarkan jenazah Firdaus. Kami masih memeriksa, apa peran mereka. Kepolisian punya waktu 1x24 jam (untuk memeriksa)," kata Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Anton Bahrul Alam di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (13/7/2011).
Dijelaskan, 13 Orang yang diamankan tersebut, yakni Mustakim Abdullah (17) status pelajar, M Ibnu Umar (40) wiraswasta, Ridwan (26) kernet angkot, Sahrir H Manhir (23) tukang ojek, Abdullah (55) petani, Rahmat Hidayat (22) wiraswasta, Julkifli (32) petani, Muslamin (38) guru, H Arifin (50) petani, Irwan (24) buruh, M Nur (60) petani, Nasaruddin (42) petani, dan Orasi (52) petani.
Menurut Anton, bom rakitan diduga ditujukan untuk polisi. Tapi sebelum melakukan aksinya, bom sudah meledak di sebuah ruangan di kawasan Ponpes Umar Bin Khattab, Bima, NTB, Senin (11/7) lalu. Satu orang bernama Firdaus tewas. Ponpes tersebut diduga terkait dengan jaringan terorisme di Aceh. Pendiri ponpes itu, U alias Utbah alias Mujahid, saat ini masih menjalani proses persidangan perkara terorisme di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. “Masih kami dalami,” imbuh dia.
Berdasarkan hasil visum, lanjut dia, menunjukkan Firdaus mengalami luka pecah tulang bagian pipi kanan mulai dari atas telinga dan rahang bawah hingga ke bawah bahu. Firdaus juga mengalami luka robek di bagian telapak atas kaki kiri dan luka robek bagian pundak kanan dan kiri.
Dikatakan Anton, situasi di tempat kejadian sudah aman terkendali. Kapolda, jajaran Muspida dan tokoh masyarakat setempat, bersama-sama tengah melakukan upaya persuasif, agar aparat kepolisian bisa masuk ke dalam ponpes untuk melakukan penyelidikan. "Kami menempuh langkah persuasif, agar tidak sampai ada lagi korban. Sampai saat ini situasi di Bima, Kapolda sudah ada di TKP. Kami juga berkoordinasi dengan pejabat pemerintahan setempat, agar petugas bisa masuk memeriksa ke dalam ponpes,” jelasnya.
Setelah mendengar laporan di lapangan bahwa para santri yang menghadang polisi dengan senjata tajam, Mabes Polri memerintah petinggi kepolisian setempat berupaya untuk menggunakan cara-cara persuasif. Hal ini harus dilakukan, agar jangan sampai menggunakan kekerasan untuk menghindari jatuhnya korban jiwa lagi, meski dalam aturan UU mengungkapkan bahwa aparat kepolisian berhak masuk dan menyidik bom di ponpes itu.
Setelah melakukan perundingan cukup alot, polisi akhirnya bisa masuk ke dalam ponpes. Dari penelusuran di lokasi ledakan, polisi mengamankan sejumlah bom yang ditinggal pergi para penghuninya itu. Polisi masuk ke dalam pesantren sekitar jam 14.00 WITA. Polisi saat ini terus melakukan olah TKP dan menemukan sejumlah bom yang sudah dihancurkan. "Saat tiba di TKP, kami menyita beberapa bom yang sudah di-disposal," kata Anton.
Anton mengaku belum mendapatkan informasi berapa bom, atau pun senjata api dan senjata tajam yang ditemukan. Saat polisi masuk, kondisi ponpes sudah tidak ada orang. "Diduga mereka melarikan diri ke gunung-gunung," tutup Anton.
Bakal Ditutup
Sementara itu, Menteri Agama Suryadharma Ali menyatakan, masih mempertimbangkan untuk menutup pesantren Umar bin Khattab. Sebab, disinyalir pesantren ini beraliran keras dan mengajarkan hal-hal yang dilarang dalam peraturan negara. “Kami serahkan ke kepolisian untuk menyelidiki pelaku. Kalau benar beraliran garis keras, kami bisa menutup ponpes itu,” ujarnya.
Menurut dia, sebenarnya Kementerian Agama (Kemenag) telah mencurigai ponpes ini sejak berdiri pada 2004 lalu. Saat itu Kemenag dapat masuk ke dalam pesantren, namun itulah terakhir kalinya perwakilan dari Kemenag yang dapat masuk ke dalam pesantren. Ternyata, pesantren ini hanya menyelenggarakan bimbingan pengajian bukan madrasah untuk pendidikan umum. Pesantren ini enggan untuk dibantu Kemenag. Berbagai bentuk sumbangan dari Kemenag juga ditolak. “Muridnya tidak banyak sebenarnya, sekitar 35 orang dan masih kecil di usia 14 tahun hingga dewasa," ungkap politisi PPP ini.
Pihaknya, lanjut dia, sangat susah masuk dalam pesantren itu. Bahkan, saat pihak kepolisian hendak masuk dalam pesantren untuk menyelidiki ledakan itu, ratusan orang menghadang dengan senjata tajam. Kemenag pun angkat tangan untuk melakukan upaya persuasif kepada pemilik pesantren agar memperbolehkan polisi menyelidiki ledakan bom. Kemenag menyerahkan sepenuhnya kepada kepolisian, kalau langkah persuasif menemui jalan buntu. “Model ponpes begini hanya satu di Indonesia, ya ponpes ini. Ponpes ini terlalu eksklusif,” tandasnya.
Seperti diketahui, ledakan tersebut menewaskan satu orang bernama Firdaus. Firdaus adalah bendahara pesantren tersebut. Jenazahnya pun sudah diambil keluarga pada hari yang sama dengan ledakan tersebut. Belum diketahui alasan mengapa polisi dilarang masuk oleh santri pondok pesantren. Namun polisi terus mengusahakan agar pihaknya dapat memeriksa ledakan bom tersebut.(dbs/ans)
|