BEKASI (BeritaHukum.com) - Sengketa buruh dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Kabupaten Bekasi ,Jawa Barat, mengenai Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) tahun 2012, merupakan pekerjaan rumah (PR) bagi Bupati Bekasi ke depan. Untuk itu, buati didesak bersikap netral dan tidak membela pengusaha.
"Saya berharap Bupati Bekasi bisa mengesampingkan urusan pribadi sekaligus jangan ada unsur politis dalam penetapan UMK. Jika bersikap propengusaha, dikhawatirkan buruh akan menggelar aksi unjuk rasa lebih besar lagi dari sebelumnya,” kata aktivis buruh Bekasi, Waras Wasisto di Bekasi, Jawa Barat, Senin (30/1)
Waras menilai, sengketa buruh dengan APINDO merupakan hal yang sepele, karena disinyalir telah terjadi miskomunikasi terutama Bupati bekasi dengan APINDO. Hal inilah yang menyebabkan pihak APINDO melakukan gugatan ke PTUN Bandung yang seharusnya bupati sebelum menetapkan UMK, baik buruh maupun APINDO dimintai pendapatnya. "Kalau hanya buruh yang dimintai pendapatnya ini tidak seimbang, sehingga merugikan satu pihak yakni APINDO." kata Waras
Mantan pengurus dewan pengupahan Kabupaten Bekasi ini, kembali mengingatkan penetapan UMK setiap tahun harus sesuai mekanisme yang berlaku. Untuk itu, aksi unjuk rasa buruh besar-besaran beberapa waktu lalu jangan sampai terulang kembali, karena sudah terbukti berdampak luas dan mengganggu aktivitas masyarakat.
Menyinggung jelang pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) Kabupaten Bekasi 11 maret mendatang, Waras meminta kepada siapapun yang terpilih mampu menyelesaikan penetapan UMK. Alasannya, karena dengan terjadinya aksi unjuk rasa buruh besar-besaran merupakan ketidakcermatan Bupati Bekasi saat ini.
"Seharusnya sebelum merekomendasikan kepada Gubernur Jawa Barat, Bupati Bekasi harus lebih dulu mengkaji, apakah ada pihak yang tidak setuju atau tidak dengan angka UMK tersebut. Ke depan, hal ini jangan sampai terjadi lagi," tandasnya.(eko)
|