JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Aksi unjuk rasa yang digelar ribuan buruh di depan Istana Negara, Jakarta, Rabu (21/3), berjalan damai. Mereka pun telah membubarkan diri dengan dengan tertib. Namun, buruhmengancam akan menggelar demo lebih besar lagi pada 1 April mendatang, saat diberlakukannya kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
"Kami akan kembali dengan massa yang lebih banyak lagi, ika pemerintahan SBY-Boediono tetap mgotot untuk menaikkan harga BBM. Bahkan, buruh akan menutup sarana public, seperti jalan tol dan bandara," kata Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal.
Menurutnya, buruh juga akan menutup Pelabuhan Tanjung Priok, kilang minyak di Jakarta Utara, dan mengambil alih mobil tangki pembawa BBM, kalau aspirasinya tidak didengarkan pemerintah. “Buruh juga akan mengumpulkan petisi masyarakat untuk menolak kenaikan BBM dan menuntut jaminan sosial dari pemerintah," tegas Said.
Pemerintah diminta buruh untuk membatalkan kebijakan menaikkan harga BBM, karena akan menurunkan daya beli masyarakat. Apalagi dnegan tingkat kesejahteraan buruh yang terbilang masih minim. “Kenaikan BBM akan berdampak besar bagi kaum buruh yang baru saja mendapatkan kenaikan upah sebesar 20 persen. Kenaikan ini seperti tak ada artinya bagi buruh,” tutur dia.
Sebelumnya, puluhan ribu buruh menggelar aksi unjuk rasa di depan Istana Negara. Demo yang berjalan sejak pagi ini, berjalan dan berakhir dengan tertib sekitar pukul 14.00 WIB. Meski pengunjuk rasa sudah membubarkan diri, ratusan aparat keamanan tetap siaga di lokasi. Bahkan, kawat berduri masih dibiarkan terpasang di depan Istana Negara.
Cukup Polisi
Dalam kesmepatan terpisah, Direktur Program Imparsial Al Araf mengatakan, TNI belum perlu ikut mengamankan unjuk rasa kelompok-kelompok masyarakat, terkait kenaikan harga BBM bersubsidi. Pengamanan demo di wilayah Jakarta dan sekitarnya, cukup dilakukan aparat dari unsure kepolisian untuk mengamamkan aksi-aksi unjuk rasa. "Terlalu prematur kalau TNI ikut dalam pengamanan unjuk rasa,” jelasnya.
Menurut dia, hingga saat ini tingkat ancamannya atas potensi unjuk rasa itu terbilang lemah. Aparat kepolisian saja cukup untuk mengamankan aksi demonstrai menolak kenaikan BBM. Diturunkannya aparat TNI dalam pengamanan demo, justru dikhawatirkan akan menimbulkan tindak kekerasan terhadap pendemo yang dikhawatirkan bias menjadi tidak terkendali.
“Tugas utama tentara adalah melakukan perang terhadap ancaman eksternal. Keterlibatan tentara hanya dalam operasi militer. Selain perang, diturunkan TNI hanya berdasarkan keputusan presiden. Ada aturan yang jelas kapan tentara melakukan pengamanan operasi nonmiliter," tagsnya.(mic/biz/wmr)
|