*Terungkap strateginya menangkan tender proyek pemerintah
JAKARTA (BeritaHUKUM.com) - Muhammad Nazaruddin telah membantah ada pertemuan dirinya dengan Ketua KPK Busyro Muqoddas. "Ternyata Nazaruddin membantah. Yang dimaksud itu pertemuan di Komisi III DPR bukan di luar," kata Ketua Komite Etik Abdullah Hehamahua di gedung KPK, Jakarta, Selasa (6/9).
Terkait dugaan intervensi yang dilakukan Busyro sebagai ketua KPK dalam pemeriksaan hingga penuntutan di KPK, Abdullah mengatakan, Busyro juga telah menjelaskan bahwa dalam setiap gelar perkara pasti dihadiri oleh banyak pihak. "Dihadiri pimpinan KPK, Deputi, satgas pada masing-masing kasus, dan semuanya berdasarkan alat bukti," ujar dia.
Dengan demikian, kata Abdullah, Komite Etik KPK akhirnya menyimpulkan Busyro tidak pernah bertemu Nazaruddin. Sebab, berdasarkan pengakuan, keduanya memang tidak pernah terjadi pertemuan di luar rapat kerja di Komisi III DPR RI.
"Komite Etik meminta keterangan dari Ketua KPK Busyro Muqoddas yang dengan jelas menjelaskan beliau belum pernah bertemu Nazaruddin, baik di Komisi Yudisial maupun KPK," jelas penasihat KPK ini.
Busyro juga belum pernah berbicara sehingga tidak mengenal tersangka kasus dugaan suap pembangunan wisma atlet itu. Busyro pun membantah tudingan pihak kuasa hukum Nazaruddin, OC Kaligis bahwa menjelang fit and proper test Ketua KPK itu, pernah bertemu dengan Nazar di sebuah hotel di kawasan Kemang, Jakarta Selatan.
Dana Tunai Rp 30 Miliar
Dalam kesempatan itu, Abdullah juga memberikan informasi mengejutkan. Ternyata, setiap sore di brankas milik mantan bendahara umum Partai Demokrat itu terdapat uang tunai sekitar Rp 30 miliar. "Itu luar biasa, Nazaruddin setiap sore ada cash opname (uang yang dapat digunakan sewaktu-waktu). Itu jumlahnya bisa sampai sekitar Rp 30 miliar (tunai)," ungkapnya.
Dijelaskan, pengakuan tersebut disampaikan mantan wakil direktur keuangan PT Permai Group Yulianis. Dalam pemeriksaan Komite Etik, Yulianis mengatakan uang tunai dengan jumlah demikian memang selalu ada dalam brankas. Nazaruddin pun dapat mengeluarkan uangnya kapan pun ia mau. "Setiap sore begitu. Jadi mereka seperti main bola," imbuhnya.
Abdullah juga mengungkapkan kehebatan strategi bisnis Nazarudin sehingga bisa memimpin 15 perusahaan dan meminjam 20 nama perusahaan lain. Hal itulah yang membuat Nazaruddin selalu memenangkan beberapa tender proyek pemerintah. “Itu strategi Nazaruddin dalam usahanya memenangkan tender proyek,” ungkap dia.
Dalam kesempatan ini, Abdullah juga membeberkan pengakuan baru. Menurutnya, mantan wakil direktur keuangan Permai Group Yulianis menduga ada aliran dana terhadap lembaga antisuap itu melalui seseorang dengan kode atau inisial CDR. Aliran dana itu menggunakan kode-kode tertentu untuk setiap pihak yang mendapat dana dari pihaknya.
Abdullah mengungkapkan, Yulianis merupakan satu-satunya pihak yang diperkenankan membawa komputer portabel dalam rapat-rapat yang dipimpin Nazaruddin. "Jadi, Nazaruddin menggunakan kode. Yulianis bilang kalau ke KPK kemungkinan dari seseorang dengan kode CDR. Yulianis tidak tahu CDR itu siapa. Tidak jelas apakah itu kode atau inisial," jelasnya.
Pernyataan Abdullah didukung oleh anggota komite etik lainnya, Syahruddin Rasul. Rasul mengatan Yulianis menyebut kemungkinan aliran dana ke KPK melalui CDR. Aliran dana itu, menurut pengakuan Yulianis, diberikan secara tunai atau cash. "Dia (Yulianis) tidak tahu kronologis pemberiannya, yang tahu hanya Nazaruddin," tutur Abdullah.
Abdullah menambahkan hanya Nazaruddin sendiri yang bisa menerangkan siapa orang dengan kode CDR tersebut. Pasalnya, catatan Yulianis sudah disita pihak KPK. Komite Etik kemudian menghimbau Nazaruddin untuk membeberkan pengetahuannya.(mic/spr)
|