ACEH, Berita HUKUM - Central Informasi Aceh membeberkan terkait dugaan Mark Up proyek program 1000 Hektar (Ha) untuk cetak sawah baru yang tersebar di 7 Kecamatan di Kabupaten Aceh Utara. Seperti halnya yang terjadi di Desa Punteut Kecamatan Sawang, proyek bantuan sosial bersumber dari dana APBN 2012 senilai Rp 10 miliar itu, kini menuai masalah akibat dikerjakan tidak tepat sasaran.
Proyek yang dinamai dengan “Program 1000 Ha” penyedian lahan produktif bagi petani untuk sektor pertanian ketahanan pangan (tanaman padi,red) bantuan sosial dari pusat dalam bentuk hibah tersebut dikerjakan secara swakelola oleh kelompok masyarakat (Pokmas) penerima bantuan, namun dalam pelaksanaannya disinyalir telah terjadi praktik tindak pidana korupsi melibatkan oknum di dinas pertanian serta beberapa oknum di dua instansi vertikal, Koordinator CIA, Sayed Azhar menjelaskan kepada pewarta BeritaHUKUM.com, Kamis (6/6).
Dalam hal ini CIA menemukan informasi, untuk Desa Peunteut, Kecamatan Sawang, dari seluas 70 Ha lahan yang tersedia, hanya sekitar 30 Ha yang tertangani atau sekitar 30 persen saja yang dikerjakan. Sedangkan sisa lahan seluas 40 Ha tidak dilanjutkan lagi pekerjaannya, sehingga proyek pemberdayaan sektor pertanian tanaman padi bersumber dari dana APBN 2012 tersebut dipastikan realisasinya tidak tepat sasaran.
Selain dari pada itu, menurut pengakuan oknum PPTK Khairil yang ditanyai oleh CIA, pihaknya ada meminta sejumlah uang kepada setiap Pokmas dengan alasan untuk uang administrasi melalui petugas honor Dinas itu Muziburrahman sebesar Rp 4000.000.- /Pokmas. Anehnya, proses pencairan dana berdasarkan realisasi pelaksanaan proyek dilapangan yang diajukan atas kesepakatan bersama antara pengurus kelompok masyarakat (Pokmas) Desa Peunteut yang diketuai oleh M.Syarif, Sekretaris Geuchik M. Yusuf serta Bendahara Syarifudin dengan pihak Penjabat Pelaksana Teknik Kegiatan (PPTK) Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Aceh Utara, Khairil sudah dilakukan sepenuhnya seratus persen, meski dilapangan masih tersisa seluas 40 Ha lahan yang sama sekali belum tersentuh dengan kegiatan pekerjaan.
Hasil investigasi CIA, kegiatan proyek cetak sawah baru tersebut merupakan salah satu program Nasional yang dicanangkan oleh Presiden SBY, proyek bantuan sosial tersebar di tujuh Kecamatan dalam Kabupaten Aceh Utara dengan lahan seluas 1000 Ha, bersumber dari dana APBN-Murni 2012 senilai Rp 10 miliar.
Sedangkan setiap hektarnya, pagu anggaran yang dialokasikan melalui rekening masing-masing Pokmas sebesar Rp 10 juta. Selain itu menurut Khairil, banyak timbul permasalahan sosial di tengah masyarakat, bahkan pihaknya sudah berulang kali dimintai keterangan oleh pihak kepolisian baik dari jajaran Polres Lhokseumawe maupun Polres Aceh Utara.
Disebutkan, untuk Kecamatan Sawang terbagi dalam enam desa dengan luas lahan yang bervariasi, adapun masing-masing Desa yang masuk dalam program 1000 hektar tersebut, Desa Peunteut seluas 70 Ha, Desa Riseh Tunong 70 Ha, Desa Babah Krueng 50 Ha, Desa Tanjung Keumala 50, Desa Ulee Geudong Ha dan Desa Lhok Krek seluas 30 Ha.
Dari sejumlah enam desa di Kecamatan Sawang, ujarnya menambahkan, semua sudah dikerjakan masing-masing kelompok masyarakat (Pokmas) sesuai dengan rencana kegiatan yang ditentukan oleh pihak dinas secara teknis, termasuk Desa Peunteut dan kerampungan proyeknya berdasarkan laporan realisasi di lapangan yang diajukan masing-masing Pokmas sudah mencapai seratus persen siap dikerjakan.
CIA menambahkan, kasus itu disinyalir ada kaitanya dengan oknum bendahara Pokmas Desa Peunteut, Syarifudin beberapa pekan lalu yang mengaku diculik oleh kelompok OTK bersenjata laras panjang dikediamannya, peristiwa penculikan yang di dramatisir oleh oknum bendahara tersebut sempat menghebohkan warga Sawang dan sekitarnya itu, mengundang perhatian sejumlah wartawan untuk melakukan investigasi kelapangan.
Namun, akibat dari pemberitaan sejumlah media cetak dan elektronik terkait aksi penculikan tersebut, pihak berwenang kepolisian Polresta Lhokseumawe sempat kalangkabut dan langsung terjun kelapangan melakukan olah TKP melacak pelaku serta motif di balik aksi penculikan itu. Namun setelah dilakukan pengembangan kasus oleh Polisi dari satuan reskrim yang dipimpin langsung Kasat Reskrim, AKP Supriadi, MH, mulai terungkap otak dari pelaku penculikan tersebut, menurut Kasat Supriadi, bahwa kasus yang ditanganinya itu tidak lain merupakan kasus penculikan rekayasa melibatkan tiga rekan korban sebagai pelaku penculikan yang juga warga desa setempat.
Pengakuan itu diungkapkan oleh korban penculikan rekayasa oknum Syarifudin yang juga bendahara Pokmas cetak sawah baru. Saat memberikan keterangannya dihadapan petugas penyidik unit Tipikor Polres Lhokseumawe Brigadir Polisi Bustami dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) belum lama ini.
Menurut informasi yang disampaikan warga setempat yang diterima CIA menjelaskan, kasus penculikan rekayasa tersebut ditenggarai raibnya dana proyek cetak sawah baru di Desa Peunteut, tujuannya agar masyarakat prihatin atas aksi penculikan yang menimpanya itu dan tidak lain sebagai modus operandinya saja, dengan harapan masyarakat tidak mempertanyakan atau menuntut dana yang sudah raib itu.
Sehingga, CIA mendapatkan informasi bahwa dana proyek sebesar Rp 700 juta untuk cetak sawah baru seluas 70 Ha di Desa Peunteut, Kecamatan Sawang, Aceh Utara, habis digunakan untuk kepentingan pribadi serta sejumlah pengurus Pokmas dan sebagian besar dana tersebut telah dibagikan ke pihak-pihak tertentu yang tidak mampu dipertanggungjawabkannya.
Akibat dari perbuatannya itu, kini oknum bendahara tersebut harus berurusan dengan pihak berwajib dengan pasal berlapis yakni menggelapkan uang Negara dan meresahkan masyarakat atas kepemilikan senjata api laras panjang, meski oknum tersebut dikabarkan mendapat perlakuan khusus berupa penangguhan tahanan dari pihak kepolisian Polres Lhokseumawe.
Karenanya, Central Informasi Acheh berharap kepada pihak kepolisian segera mengungkap terkait dugaan mark Up bantuan sosial itu karena telah merugikan miliaran rupiah keuangan milik negara.(bhc/sul) |