JAKARTA, Berita HUKUM - Partai Bulan dan Bintang (PBB) tidak bisa menentukan sikap, baik itu merestui ataupun melarang Ketua Majelis Syuro PBB, Yusril Ihza Mahendra untuk menerima kuasa Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) menghadapi sengketa PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) kewenangan dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Hal itulah yang diungkapkan, Sekjen PBB BM Wibowo ketika dihubungi BeritaHUKUM.com melalui pesan singkat, Rabu (24/7).
Menurut Wibowo, permintaan tersebut sudah masuk ranah pribadi sang calon Presiden yang diusung parpolnya. Dan selama hal itu, tidak bertentangan dan sesuai prosedur Undang-Undang pihaknya tidak bisa merestui ataupun melarang.
"Ranah pribadi Pak Yusril, sedangkan ranah institusi itukan ada di DPRA dan Bawaslu, jadi PBB berada di luar konteks dan tak bisa jg merestui atau melarang," ungkapnya.
Sementara itu, Yusril sendiri saat berita ini ditulis belum memberikan konfirmasi. Apakah betul? Ketua Komisi A DPR Aceh, Adnan Beuransyah
DPR Aceh menggunakan jasanya.
Sebagaimana yang diberitakan Acehpost, bahwa Adnan menujuk Yusril sebagai pengacara untuk persidangan nanti.
"Yusril kita pilih karena dia ahli tata negara. Kita berfikir dia merupakan pengacara yang objektif melihat suatu persoalan," kata Adnan Beuransyah kepada ATJEHPOSTcom, di gedung DPR Aceh, Rabu dinihari.
Hal itu juga telah disepakati pihaknya di Komisi A DPR Aceh. Kendati demikian mereka masih menjajaki agar Yusril dapat menjadi pengacara soal gugatan Bawaslu di PTUN tersebut. "Kita berharap dia menyepakati untuk menjadi pengacara," tuturnya.
Bawaslu Pusat telah menggugat DPR Aceh perihal penetapan anggota Bawaslu Aceh.
Gugatan tersebut dilayangkan, karena Bawaslu mereka merasa kewenangannnya untuk membentuk Bawaslu Aceh telah dilanggar oleh DPR Aceh.
Menurut Wakil DPR Aceh, Nurzahri, pihaknya tidak pernah mengeluarkan surat apapun mengenai hal tersebut. Justru menurutnya, Bawaslu sendiri yang telah merampas kewenangan DPR Aceh dalam melakukan perekrutan Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih) sesuai dengan Undang-undang Pemerintah Aceh (UUPA).
Kendati demikian, DPR Aceh tidak mempersoalkan adanya gugatan tersebut. Meskipun Bawaslu telah melantik 3 orang pimpinan Bawaslu Aceh dan saat ini sudah mulai bekerja. "Harusnya gugat dulu, jangan lantik dulu anggota Bawaslu, tapi DPR Aceh tidak akan mempersoalkan itu," tutupnya.
Sementara itu, salah seorang pimpinan Bawaslu Aceh, Dr. Muklir S.So,SH,M.Ap menyebutkan, tidak ada landasan hukum untuk menolak keberadaan Bawaslu Aceh yang dibentuk oleh Bawaslu Pusat. Katanya, dalam Qanun dan UUPA disebutkan, Panwaslih dibentuk untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), bukan untuk Pemilu Legislatif (Pileg).
"Jadi keberadaan Bawaslu Aceh itu sudah sesuai dengan perundang-undangan yang ada, yaitu UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang pemilihan umum dan UU Nomor 8 Tahun 2012," ungkap Muklir.(dbs/bhc/riz) |