ACEH, Berita HUKUM - Menyoal Qanun No.3/2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh, oleh DPRA sudah dimuat dalam Lembaran Aceh dan sudah dievaluasi oleh Pemerintah Pusat hingga tanggal 27 Mei 2013 lalu, dan Presiden tidak membatalkannya.
"Dengan demikian posisi qanun ini sah dan mempunyai kekuatan hukum mengikat," demikian pernyataan Anggota Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh, Abdullah Saleh, melalui BlackBerry Messenger, Selasa (13/8).
Untuk itu, DPRA mendesak Gubernur Aceh Zaini Abdullah, untuk mengambil sikap istiqamah. Gubernur Aceh harus teguh pendirian dengan apa yang telah disepakati bersama antara Pemerintah Aceh dengan DPRA.
Keberadaan qanun Bendera dan Lambang ini, tambahnya, juga dalam rangka pelaksanaan MoU Helsinki dan UUPA. Oleh karenanya mempertahankan Bendera Aceh ini legal, konstitusional menurut hukum dalam NKRI.
Menurutnya, DPRA maupun Pemerintah Aceh sudah berjuang secara konstitusional dan tidak ada pelanggaran hukum dalam kaitan dengan persoalan ini. Secara etika ber-Pemerintahan, DPRA bersama Pemerintah Aceh telah menjelaskan dengan cara baik dan sangat terbuka kepada Pemerintah Pusat baik Mendagri maupun Menkopolhukam bahkan kepada Presiden SBY, bahwasanya Bendera Aceh ini hanya sebatas simbul daerah dan bukan simbul kedaulatan negara.
"Sedangkan simbul kedaulatan negara di Aceh tetap Bendera Merah Putih," tukasnya.
Dia berharap kepada segenap jajaran Pemerintah Pusat untuk mengikhlaskan saja keberadaan Bendera Aceh ini agar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Aceh sama bergerak untuk mengurus persoalan kesejahteraan rakyat.(bhc/sul)
|