JAKARTA, Berita HUKUM - DPR berpandangan Pasal 1 ayat (2), Pasal 9, Pasal 10 ayat (1), Pasal 14 ayat (2) dalam UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (UU Pilpres) sudah sesuai amanat Pasal 6A ayat (1), (2) UUD Tahun 1945. Sebab, parpol peserta pemilu yang berhak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
“Jadi argumentasi pemohon yang menghendaki parpol peserta pemilu adalah parpol yang telah diusulkan golongan rakyat, buruh, petani, miskin kota, golongan fungsional seluruh rakyat Indonesia tidak jelas. Ini justru bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD Tahun 1945,” ujar Anggota DPR, Ahmad Yani saat memberi keterangan DPR dalam pengujian UU Pilpres di Gedung MK, Senin (11/2).
Ahmad Yani mengingatkan Pasal 9 UU Pilpres yang mengatur prosentase minimal perolehan kursi DPR dan suara sah nasional untuk dapat mengusulkan capres dan wapres ini pernah diputus MK. Dalam putusan MK No. 26/PUU-VII/2009 ini, pengujian Pasal 9 UU Pilpres itu dinyatakan ditolak karena masih dalam ruang lingkup opened legal policy pembentuk UU.
“Dalil pemohon yang menghendaki rumusan Pasal 9 UU Pilpres agar pasangan capres dan cawapres diusulkan parpol, gabungan parpol, atau golongan rakyat, buruh, petani, sangat tidak beralasan,” tegas Yani.
Sementara Pasal 1 angka (2), Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (2) UU Pilpres yang mengatur mekanisme internal parpol dalam penentuan capres dan cawapres ini dinilai tidak terkait dengan hak konstitusional pemohon. Pasal-pasal itu juga tak melarang/menghalangi pemohon menggunakan hak mencalonkan diri sebagai presiden dengan syarat harus melalui parpol atau gabungan parpol.
“Pasal-pasal itu juga telah diputus MK, dalam perkara No.56/PUU-VI/2008, No. 51-5259/PUU-VI/2008, dan No. 26/PUU-VII/2009. Karenanya, permohonan harus dinyatakan dinyatakan nebis in idem,” cetus Yani.
Sebagaimana diketahui, Komite Pemerintahan Rakyat Independen (KPRI) mengajukan uji materi Pasal 1 ayat (2), Pasal 9, Pasal 10 ayat (1), Pasal 14 ayat (2) UU Pilpres yang mengatur syarat dan mekanisme pengusulan capres dan cawapres oleh parpol. Pemohon menilai Pilres selama ini bertentangan dengan kedaulatan rakyat sesuai amanat Pasal 1 ayat (2) ) UUD 1945 karena hanya diatur segelintir elit dengan sistem prosentase.
Keempat pasal itu dinilai mengandung rekayasa konspiratif elit parpol untuk menjegal calon presiden murni pilihan rakyat. Misalnya, materi Pasal 9 UU Pilpres mencoba membatasi dan manipulasi suara mayoritas rakyat Indonesia. Hal itu dapat dilihat dengan adanya pembatasan prosentase suara sah nasional (25 persen) sebagai cerminan suara mayoritas rakyat.
Akibatnya, sebagian besar rakyat seringkali tidak menggunakan hak pilihnya untuk memilih anggota DPR (golput) lantaran menganggap pemilu sarat dengan politik transaksional. Karena itu, KPRI meminta MK untuk membatalkan berlakunya Pasal 1 ayat (2), Pasal 9, Pasal 10 ayat (1), Pasal 14 ayat (2) dalam UU Pilpres karena telah melanggar hak konstitusional warga negara sebagai pemilih.(bhc/mdb) |