JAKARTA, Berita HUKUM - Hasil pemilukada Kabupaten Tangerang yang berlangsung pada 9 Desember lalu diajukan ke Mahkamah Konstitusi. Pasangan calon nomor urut 4 Achmad Suwandhi dan Muhlis mengajukan permohonan perkara yang teregistrasi Kepaniteraan MK dengan Nomor 100/PHPU.D-X/2012 tersebut.
Melalui kuasa hukumnya Sirra Prayuna, Pemohon mendalilkan adanya pelanggaran yang terstruktur, masif dan sistematis terjadi ketika pemilihan umum kepala daerah berlangsung. Menurut Sirra, ada beberapa hal yang menjadi titik krusial di dalam proses tahapan-tahapan Pemilukada Kabupaten Tangerang yang didalilkan Pemohon sebagai pelanggaran.
“Pertama adalah soal daftar pemilih, kemudian pengadaan logistik penyelenggara pemilu itu sendiri, kemudian juga pada tahapan pencalonan itu sendiri, lalu pada tahapan kampanye pemungutan suara dan penghitungan suara. Tetapi setiap tahapan itu tidak kami stressing menjadi bagian dari materi pokok permohonan kami,” ujarnya pada Sidang Pemeriksaan Pendahuluan yang berlangsung pada Jumat (4/1).
Persoalan yang didalilkan Pemohon, lanjut Sirra, diantaranya persoalan daftar pemilih, pemilih ganda, pemilih yang sudah tidak ada lagi, C6 yang tidak dibagikan. Selain itu, Pemohon juga mendalilkan bahwa Termohon melakukan money politic dan tidak bersikap netral.
“Kami menemukan sejumlah daftar pemilih yang belum memenuhi syarat secara konstitusional, tetapi tetap dapat menggunakan hak pilih. Kemudian, daftar pemilih ganda. Pemilih yang sudah tidak ada lagi di tempat, pindah domisili, meninggal dunia masih terdaftar di dalam DPT itu sendiri. Di samping itu juga kami menemukan cukup banyak surat undangan form C-6 yang semestinya diberikan kepada setiap pemilih untuk melaksanakan hak konstitusionalnya, memberikan hak pilih pada hari yang telah ditetapkan untuk pencoblosan, tetapi cukup banyak kami temukan di lapangan,” jelas Sirra di hadapan Majelis Hakim yang diketuai oleh Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar.
Menanggapi dalil-dalil yang disampaikan Pemohon, KPU Kabupaten Tangerang selaku Termohon membantah keseluruhan dalil-dalil tersebut. Saleh mewakili Termohon menjelaskan mengenai dalil penempatan angka dalam DB1-KWK yang kurang tepat.
”Kejadian yang sebenarnya adalah adanya kesalahan dalam proses dalam input data atau pencatatan rekapitulasi hasil penghitungan suara Kecamatan Kresek pada kolom jumlah surat suara yang terpakai atau kolom B, di kolom tersebut tercatat angka 11 (jumlah surat suara yang dikembalikan karena rusak atau salah coblos) yang seharusnya 28.533. Kolom surat suara yang dikembalikan atau kolom B3, di kolom tersebut tercatat angka 17.242 atau jumlah surat suara yang tidak terpakai yang seharusnya tercatat 11,” paparnya.
Saleh membenarkan adanya pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT. Namun, lanjut Saleh, tidak ada satupun keluhan yang masuk mengenai persoalan ini kepada pihak Termohon. “di Desa Cijantra, Pagedangan, Desa Medang, Kecamatan Pagedangan, itu juga sebagian ada yang tercantum dalam DPT, ada yang tidak terdaftar dalam DPT, DPS, dan model A, tetapi tidak komplain,” ujarnya.
Akil yang didampingi oleh Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva dan Muhammad Alim meminta agar para pihak menyiapkan saksi untuk sidang mendatang. Sidang lanjutan akan dihelar pada Senin (7/1) pukul 10.00 WIB dengan acara tambahan jawaban Termohon, keterangan Pihak Terkait, dan memeriksa Saksi Pemohon.(la/mk/bhc/opn) |