JAKARTA, Berita HUKUM - Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti menjelaskan, dalam berorganisasi terdapat tiga prinsip yang melekat. Prinsip pertama adalah jam'iyah, atau jamaah yang mengakibatkan organisasi bukan sekedar kumpulan, tapi juga memiliki ikatan.
Prinsip kedua adalah imamah atau kepemimpinan, konsep prinsip ini banyak tersebar dalam Al Qur'an dan Hadis. Yaitu perintah taat kepada pempinan sepanjang tidak mengajak kepada maksiat. Selanjutnya yang ketiga adalah prinsip taat atau ketaatan.
"Tentu saja yang menjadi ciri dari organisasi itu adanya ikatan, dan ikatan itu terbangun karena adanya kesamaan visi, kesamaan pandangan. Kemudian yang kedua kita ada struktur, kepemimpinan yang kita menyebutnya dengan imamah, kemudian kalau ada pemimpin kita terikat dengan adanya to'at," ungkap Mu'ti pada (9/7)
Namun jika ada yang tidak taat keputusan organisasi, Mu'ti khawatir mereka ini seakan-akan bersatu tapi hati mereka keras antara satu dengan yang lain, sebagaimana disinggung dalam QS. Al Hasyr: 13 "Kau kira mereka bersatu, padahal hati mereka terpecah belah". Jika hal ini terjadi, menurut Mu'ti substansi jamaah tidak ada lagi.
Bersepakat dan Bersetuju dengan Muhammadiyah
Menjawab tentang kekhawatiran pengurus Muhammadiyah yang khawatir jamaahnya akan 'pindah' akibat adanya fatwa menonaktifkan masjid, Mu'ti berseloroh tidak mengapa pindah. Pasalnya Nabi Muhammad juga tidak merasa sedih kalau ada orang yang diajak kemudian tidak menghendaki.
"Bahkan Al Qur'an itu juga menghibur nabi, kalau kamu sudah beri penjelasan, sudah disampaikan secara benar apa adanya, tapi masih tidak ikut yasudah tugas mu itu menyampaikan ajaran segamblang-gamblangnya. Kalau tidak mau ya sudah, wong kita itu tidak punya hak memaksa orang," jawab Mu'ti
Ia melanjutkan, jika memakai pandangan umum, berislam saja tidak ada paksaan, apalagi dalam bermuhammadiyah juga tidak ada paksaan. Karena itu menurut Mu'ti di Muhammadiyah itu harus suka dan rela. Terkait ini menurutnya kembali kepada komitmen masing-masing.
Padahal fatwa yang diproduksi berfungsi memberikan panduan dalam beragama agar senantiasa berada pada pemahaman dan i'tiqad yang benar. Namun demikian, atas kebenaran itu boleh setuju atau tidak. Jika tidak setuju tidak mengapa, tapi jangan kemudian menyalahkan fatwa yang dibuat oleh otoritas fatwa tertentu.
"Karena itu yang ada adalah ikhtilaf, perbedaan pendapat di antara fikih dan ikhtilaf di antara mujtahid. Tetapi tentu saja perbedaan-perbedaan itu bukan bagian dari kita ber-tafarruq (konflik), karena itu berikhtilaf boleh, ber-tafarruq jangan. Kalau yang mungkin pindah-pindah ke tempat lain, mudah-mudahan setelah covid ini selesai kembali lagi," seloroh Mu'ti
Sehingga terkait dengan kekhawatiran di atas ditanggapi dengan biasa dan tidak perlu pakai otot. Menurutnya, jika saat ini masih bersepakat dengan Muhammadiyah maka harus bersetuju dengan faham Muhammadiyah, sebagaimana yang tertuang dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah di bagian awal.
Maka kunci dari bermuhammadiyah adalah sukarela, termasuk dalam berislam pun sama. Serta yang harus dimiliki ketika bermuhammadiyah adalah semangat berjamaah, bersepakat dengan kepemimpinan yang amanah di semua level kepemimpinan, dan harus memiliki ketaatan atas dasar sukarela.(muhammadiyah/bh/sya)
|