Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
EkBis    
Dana BOS
Dana BOS Gagal Hentikan Praktik Pungutan Liar di Sekolah
Thursday 30 Oct 2014 14:53:59
 

Ilustrasi. Mana DanaBos Ku?.(Foto: Istimewa)
 
SURAKARTA, Berita HUKUM - Prihatin dengan maraknya pungutan yang kerap diminta sekolah meski menerima program dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah, Yayasan Satu Karsa Karya (YSKK) menyerukan kepada publik khususnya orangtua/wali murid, pegiat pendidikan dan media massa untuk bersama-sama mengkampanyekan penghentian pungutan liar di sekolah. Ajakan ini diserukan pada penyelenggaraan diskusi, pada 29 Oktober 2014 di Hotel Grand Sae, Solo, Jawa Tengah.

“Kesadaran dan ruang diskusi soal isu pendidikan perlu dibangun secara simultan agar publik yang memegang hak atas program BOS ini—khususnya murid, orangtua/wali murid—dapat melakukan kontrol terhadap implementasi program BOS di sekolahnya,” ujar Direktur YSKK, Suroto. Dukungan para pegiat pendidikan dan media massa juga tak kalah penting untuk ikut mengawasi serta mendorong transparansi dan akuntabilitas terhadap program nasional ini.

Program dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sejatinya digagas untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar sembilan tahun mulai SD hingga SMP, dan memperluas akses pendidikan. Dengan program ini, berbagai pungutan, seperti tercantum di dalam Permendikbud Nomor 101 tahun 2013 diharapkan berkurang bahkan ditiadakan.

“Di Indonesia, jumlah anak-anak usia sekolah yang putus sekolah ketika mengenyam pendidikan dasar masih tinggi. Berdasarkan data Kemendikbud 2010, terdapat sekitar 1.8 juta anak yang putus sekolah setiap tahun. Salah satu penyebab utamanya adalah faktor ekonomi,” papar Suroto, tentang pentingnya manfaat dana BOS untuk memperluas akses pendidikan bagi anak usia sekolah. Menurutnya, dana BOS seharusnya menghapuskan berbagai pungutan dan menjadi penyelamat bagi para pelajar miskin di tingkat pendidikan dasar baik di sekolah negeri maupun swasta.

Namun sejak diterbitkannya Permendikbud Nomor 44 tahun 2012 mengenai Pungutan dan Sumbangan, banyak sekolah menginterpretasikan keputusan pemerintah ini sebagai legitimasi pungutan pendidikan meski sekolah sudah menerima dana BOS. “Banyak sekoah yang menerima dana BOS dari pemerintah justru menafsirkan Permendikbud sebagai ‘senjata’ untuk melegalkan pungutan kepada orangtua/murid,” ujarnya. Padahal, di dalam peraturan tersebut dijelaskan secara gamblang mengenai pengertian sumbangan dan pungutan. Berbagai jenis pungutan yang diibebankan kepada orang tua siswa antara lain berbentuk uang pendaftaran, bangunan, seragam sekolah dan olahraga, pengadaan komputer, dan lain sebagainya.

Selain salah diartikan, menurut Suroto, pungutan oleh penyelenggara pendidikan juga bertentangan dengan UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 Pasal 11 ayat (2), yang mencantumkan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun.

YSKK yakin bahwa peran serta pro-aktif masyarakat dalam membangun pendidikan akan dapat mewujudkan masyarakat yang cerdas dan berkepribadian. Organisasi yang didirikan pada Mei 2001 ini berkomitmen untuk terus menggalakkan peran serta masyarakat. Saat ini, YSKK menginisiasi pengembangan sekolah MANTAP (Manajemen Transparan Akuntabel Partisipatif) untuk pengelolaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Organisasi ini mendampingi enam SD dan SMP negeri di tiga provinsi, agar menjadi sekolah yang transparan dan akuntabel dalam pengelolaan BOS. Ketiga provinsi tersebut adalah Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Lampung.

Pada akhir tahun 2013, YSKK bersama dengan Gerakan Masyarakat Peduli Pendidikan Nasional (GEMA PENA), melakukan penelitian mengenai implementasi Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di 222 sekolah (110 SD dan 112 SMP) di 20 kabupaten/kota di delapan provinsi yakni Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, DIY, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), DKI Jakarta, Banten, dan Lampung.

Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa kebanyakan sekolah masih belum dapat mengelola dana BOS secara transparan, akuntabel, dan partisipatif. Selain itu, ditemukan juga beberapa kasus penyalahgunaan dana, kurang transparannya sekolah terkait informasi BOS, dan absennya sistem pemantauan yang efektif.(yskk/ProRep/bhc/sya)



 
   Berita Terkait > Dana BOS
 
  Komisi VIII Temukan Masih Adanya Pemotongan Dana BOS Madrasah
  Komisi X Akan Panggil Mendikbud Terkait Dana Kuota
  Legislator Sesalkan Sanksi Pengurangan Dana BOS Kepada Sekolah
  Itjen Kemendikbud Merespon Kasus Dugaan Korupsi Dana Bos SD di Samarinda
  Diduga Korupsi Dana BOS Milyaran Rp, Kepala SD 007 Piano Samarinda Terancam Dicopot
 
ads1

  Berita Utama
Permohonan Praperadilan Tom Lembong Ditolak, Jampidsus Lanjutkan Penyidikan

Polri Bongkar Jaringan Clandestine Lab Narkoba di Bali, Barang Bukti Mencapai Rp 1,5 Triliun

Komisi XIII DPR Bakal Bentuk Panja Pemasyarakatan Usai 7 Tahanan Negara Kasus Narkoba Kabur dari Rutan Salemba

Pakar Hukum: Berdasarkan Aturan MK, Kepala Daerah Dua Periode Tidak Boleh Maju Lagi di Pilkada

 

ads2

  Berita Terkini
 
Permohonan Praperadilan Tom Lembong Ditolak, Jampidsus Lanjutkan Penyidikan

Hari Guru Nasional, Psikiater Mintarsih Ingatkan Pemerintah Agar Segera Sejahterakan Para Guru

Polri Bongkar Jaringan Clandestine Lab Narkoba di Bali, Barang Bukti Mencapai Rp 1,5 Triliun

Judi Haram dan Melanggar UU, PPBR Mendesak MUI Mengeluarkan Fatwa Lawan Judi

Komisi XIII DPR Bakal Bentuk Panja Pemasyarakatan Usai 7 Tahanan Negara Kasus Narkoba Kabur dari Rutan Salemba

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2