JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Partai Demokrat menyesalkan sikap Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebagai mitra koalisi yakni banyak mengganggu rencana perombakan (reshuffle) Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II. Tindakan pimpinan partai itu tidak mencerminkan sikap kenegarawanan.
"Seharusnya PKS tidak mengganggu (Presiden) dengan menuding bahwa reshuffle itu persiapan logistik untuk 2014. Reshuffle ini justru untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja menteri yang dianggap masyarakat belum memuaskan,” kata Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat Ramadhan Pohan dalam acara diskusi di Jakarta, Kamis (6/10).
Menurut dia, Sekertariat Gabungan Partai Pendukung Pemerintahan (Setgab) memang tidak menghapus sikap kritis masing-masing partai. Namun, bahasa yang dilotarkan petinggi PKS itu dapat a dikategorikan sebagai komunikasi politik yang tak simpatik. “Itu seperti menantang dan mengancam. Ternyata partai oposisi lebih santun ketimbang partai koalisi dalam melihat reshuffle ini,” imbuhnya.
Ramadhan justru balik bertanya dengan sikap PKS yang tak simpatik tersebut. Bahkan, partai ini kerap bersikap bandel dalam koalisi. Ia pun merasa yakin ada strategi yang tengah dimainkan partai pengusung wacana pembubaran KPK itu. "Saya tidak tahu, apa maksud PKS bersikap frontal terhadap Ketua Setgab (SBY) itu," tandasnya.
Politisi Demokrat ini mempertanyakan sikap PKS yang menggulirkan wacana pembubaran KPK. Padahal, partai itu sangat tahu wacana ini tidak relevan, karena bisa menimbulkan pergolakan di masyarakat. "KPK itu sudah milik publik. Jadi publik itu merasa terganggu bila serangannya menuju kepada pembubaran KPK," tegasnya.
Memang harus ada perbaikan dalam tubuh KPK, tapi bukan berarti harus dibubarkan. Sedangkan tugas DPR adalah memperkuat KPK , bukan sebaliknya harus meniadakan atau melemahkan institusi pemberantasan korupsi itu. “Kondisi orang per orang di KPK sama seperti di DPR. Ada yang berengsek, tapi tidak semuanya berengsek. Berarti, harus ada aturan internal yang harus diperkuat,” tandasnya.
Ia memprediksi jika memang KPK dibubarkan, akan ada kemarahan publik. Mereka akan sangat marah dan bisa memukul balik dengan dahsyat. Hal ini perlu disadari setiap parpol. “Civil society akan bangkit dan marah. Ingat, tidak ada orang yang kuat melawan civil society, seperti awal munculnya era reformasi itu," jelasnya.
Sesalkan Pergantian
Sementara itu, Sekjen PKS Anis matta mengatakan, pihaknya menyesalkan menteri selalu diganti, padahal pencarian dan penentuan menteri sudah melalui proses yang ketat. Jika menteri terus diganti, berarti output dari pemilihan menteri yang ketat tersebut gagal. "Sebenarnya, ini salah pilih atau salah urus?" selorohnya sinis.
Wakil Ketua DPR ini malah menyarankan Presiden untuk tidak melakukan reshuffle. Pasalnya, isu reshuffle itu sendiri mengganggu kinerja para menteri dan pemerintahan secara keseluruhan. "Menteri tidak tenang bekerja, karena diganggu isu reshuffle. Reshuffle hanya menciptakan gaduh, pada akhirnya kasihan Presiden juga. Sebab, tiap menteri yang akan diganti melakukan manuver,” jelasnya.
SBY, menurut Anis, merupakan presiden yang paling sering melakukan reshuffle. Gejala ini jelas menunjukkan kualitas menteri yang dipilih SBY buruk. Selain itu, anya PKS yang memiliki kontrak khusus dengan Presiden di luar kontrak koalisi. Untuk itu, PKS optimistis takkan ada kadernya yang dilengserkan. “Jika Presiden bersikap lain, PKS siap berada di luar koalisi,” tandasnya.(mic/irw/rob)
|