JAKARTA, Berita HUKUM - Revitalisasi atau menggiatkan kembali makna Sumpah Pemuda diyakini dapat memicu semangat kebersamaan dan menjadikan momen pembenahan semangat kepemudaan.
Karena saat ini kesadaran Ilahiyah atau kesadaran yang menjadikan seseorang tunduk pada Allah, di tengah masyarakat mulai berkurang. Digantikan dengan pragmatisme dan keinginan mengejar kekuasaan semata. Hasilnya tidak sedikit jumlah persoalan tindak korupsi dan kekekerasan akibat penyalahgunaan kekuasaan.
"Sebut saja kemiskinan, terorisme, korupsi dan kekerasaan atas nama agama," tandas Rektor Unversitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (Uhamka), Prof. DR. Soeyatno, dalam Seminar Nasional 'Refleksi Sumpah Pemuda Memupuk Persatuan dan Kesatuan Bangsa', di Kampus Uhamka, Jakarta, Sabtu (18/10).
Adapun menurut Prof. Soeyatno yang juga Sekjen Asosiasi Perguruan Swasta Indonesia (APTISI), revitalisasi makna sumpah pemuda adalah adanya semangat peran pemuda guna memimpin.
“Ingat saat Bung Karno berpidato dulu. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncang dunia,” tutur Soeyatno, mengingatkan kembali ucapan Presiden pertama yang juga sang Proklamator Kemerdekaan.
Karenanya melalui Visi Indonesia Emas 2045, perlu diperjuangkan semua elemen masyarakat. Bagaimana pun, NKRI yang di proklamasikan pada 17 Agustus 1945 merupakan konsensus nasional atau dar al ahdi yang mengikat seluruh komponen bangsa sekaligus bukti sebagai kekuatan perekat, pemersatu dan pembangun bangsa atau dar al syahadah.
Senada dengan itu, Sekjen PP Muhammadiyah, Dr. H Abdul Mu'ti, M.Ed, juga menekankan demi kedaulatan bangsa, makna Sumpah Pemuda perlu direvitalisasi.
Maknanya bukan hanya sumpah mereka yang berusia muda, tetapi sumpah mereka yang senantiasa merasa muda dan bersemangat muda.(bhc/ist/tty/mat)
|