Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Nusantara    
PKI
Diyakini Aliran Komunis, Front Pancasila Tolak Simposium 'Membedah Tragedi Berdarah 1965'
2016-04-17 13:50:59
 

Front Pancasila membakar bendera PKI dengan gambar palu dan arit, Sabtu (16/4).(Foto: BH/mnd)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Front Pancasila menyatakan akan menolak rencana simposium "Membedah Tragedi Berdarah 1965, Pendekatan Kesejarahan" yang akan dilangsungkan pada, Senin (18/4) dan Selasa (19/4) di hotel Aryaduta, Jakarta Pusat. Penolakan disampaikan ketua Front Pancasila, Shidki Wahab, Sabtu (16/4) di Graha 66, Cikini Jakarta Pusat.

Menurut Shidki, simposium ditenggarai akan menghidupkan kembali paham komunis yang pernah hadir di Indonesia yang menyisakan lembaran kelam, yang akan merubah dasar negara, yaitu Pancasila, melalui kudeta G30S/PKI.

"Simposium itu bertentangan dengan Pancasila, UUD45, TAP MPRS no.XXV/MPRS tahun 1966 Tentang Larangan Partai Komunis Indonesia dan underbouwnya, serta ajaran Komunisme/Marxisme/Leninisme, TAP MPR RI nomor 1 tahun 2003, Undang-undang nomor 27 tahun 1999 Tentang Perubahan KUHP, berhubungan dengan Kejahatan dan Keamanan Negara, maka ajaran Komunis dalam segala bentuknya dilarang di Republik Indonesia," papar Shidki Wahab.

Shidki menambahkan, pihaknya telah memantau pergerakan komunis beberapa tahun terakhir melalui berbagai kegiatan, yang diagendakan pihak anak anak eks PKI. "Kami memantau mereka, karena banyak sekali isi sejarah yang mereka benturkan. Terlebih setelah era reformasi," jelas Shidki.

Sementara, Peringatan untuk segera membatalkan simposium turut disampaikan pula oleh Ketua Forum Patriot Proklamasi Indonesia bersama Aliansi Gelora Bung Karno, Fahri Lubis.

Ia menyampaikan peringatan, supaya segera membatalkan acara simposium PKI pada hari Senin esok di hotel Aryaduta, Jakarta, sehubungan dengan sifat dan jiwa Pancasilais serta kesetiaan pada UUD 1945 asli dan Pancasila.

"Kami sudah berupaya memberi toleransi pada anak-anak eks PKI, serta diberi haknya hidup berdampingan bersama. Saat ini diantara mereka berposisi ada di legislatif, maupun ada di eksekutif. Namun, ternyata masih tidak puas juga dan ingin tetap membangun lagi kekuatannya yang diindikasikan mau menghancurkan ideologi bangsa Pancasila, serta ingin merobek-robek Persatuan dan Kesatuan yang terjalin," papar Fahri menjelaskan.

Fahri memberi contoh, pada tahun 1948 pemberontakan pertama komunis terhadap Republik, pemenggalan peltu Sudjono di Bandar Besi Medan. "Peristiwa kejadian 1965 itu adalah merupakan akumulasi atas kekecewaan terhadap orang PKI yang melakukan pembunuhan," sebut Fahri.

"Sejatinya, kalau mau adil buka pelanggaran HAM semuanya, jangan hanya dari yang 1965 saja."

Maka kami akan melakukan aksi pembakaran bendera PKI di sana, soalnya PKI tidak mengakui Pancasila sebagai ideologi, mereka hanya mengakui kesejarahan," pungkas Fahri.

Berikut ini sejumlah alasan penolakan Simposium ;

1. Simposium dilaksanakan dengan tujuan mendapatkan legitimasi bahwa PKI adalah sebagai korban pelanggaran HAM.

2. Simposium dimanfaatkan untuk menekan pemerintah agar menyatakan permintaan maaf selanjutnya memberikan rehabilitasi dan kompensasi terhadap eks PKI.

3. Simposium dimanfaatkan untuk menghidupkan kembali paham Komunis yang jelas-jelas bertentangan dengan Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia dan UUD1945.

4. Simposium hanya akan membuka luka lama sejarah sehingga akan menimbulkan perpecahan baru diantara anak-anak bangsa.

5. Rekomendasi Telah berjalan secara natural, dan tidak dapat dipaksakan, sehingga para anggota PKI telah dapat hidup damai dan bermasyarakat.

6. Hak hak politik dan perdata para anggota PKI dan keturunan telah dikembalikan terbukti dengan dihilangkannya tanda ET di dalam KTP.

Selain itu, pada saat ini banyak kader PKI dan keturunannya yang telah menjadi anggota DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kota/Kabupaten, dan menjadi Kepala Daerah di berbagai wilayah di Indonesia.(bh/mnd/rar)



 
   Berita Terkait > PKI
 
  HNW Tegaskan TAP MPRS Terkait Larangan PKI Masih Berlaku
  Kebangkitan PKI Itu Keniscayaan
  Anton Tabah Digdoyo: Kibarkan Bendera Setengah Tiang, PKI Nyata Dan Selalu Bikin Kacau NKRI!
  Modus Menyerang Soeharto Untuk Bangkitkan PKI
  Jenderal Gatot Ungkap Dicopot dari Panglima karena Perintahnya Putar Film G30S/PKI
 
ads1

  Berita Utama
Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

Istana Dukung Kejagung Bersih-bersih di Pertamina: Akan Ada Kekagetan

Megawati Soekarnoputri: Kepala Daerah dari PDI Perjuangan Tunda Dulu Retreat di Magelang

Usai Resmi Ditahan, Hasto Minta KPK Periksa Keluarga Jokowi

 

ads2

  Berita Terkini
 
BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

10 Ribu Buruh Sritex Kena PHK, Mintarsih Ungkap Mental Masyarakat Terguncang

Anak 'Crazy Rich' Alam Sutera Pelaku Penganiayaan, Sudah Tersangka Tapi Belum Ditahan

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2