JAKARTA, Berita HUKUM - “Amar putusan menyatakan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua Pleno M. Akil Mochtar didampingi para hakim konstitusi lainnya dalam sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas dua perkara PHPU Kota Prabumulih 2013 - Perkara No. 24 dan 25/PHPU.D-XI/2013 - pada Senin (15/4) siang.
Sebagaimana diketahui, Pemohon adalah Pasangan Muhammad Zulfan dan Ahmad Palo selaku (Perkara No. 24) dan Pasangan Hanan Zulkarnain dan Hartono Hamid (Perkara No. 25). Sedangkan Pihak Termohon adalah KPU Kota Prabumulih dan Pihak Terkait adalah Ridho Yahya dan Andriansyah Fikri.
Pemohon Perkara No. 24 mendalilkan penetapan Pasangan Calon Nomor Urut 3 atas nama Ridho Yahya dan Andriansyah Fikri oleh Termohon (KPU Kota Prabumulih) dilakukan secara tidak sah, tidak transparan, dan melawan hukum. Menurut Pemohon, Ridho Yahya adalah Ketua DPD Partai Golkar Kota Prabumulih Periode 2009-2015 yang tidak sah karena masih aktif menjadi PNS.
Guna membuktikan dalilnya, Pemohon mengajukan bukti surat/tertulis, serta saksi bernama Hanapi dan Yanuis Gamal menerangkan adanya pertemuan dengan Sekretaris DPD Golkar Kota Prabumulih yang menjelaskan Ridho Yahya masih menjadi PNS. Terhadap permohonan Pemohon, Termohon menyampaikan bantahan yang pada pokoknya mengemukakan bahwa tidak benar dalil permohonan Pemohon. Bahwa Termohon dalam melaksanakan seluruh tahapan Pemilukada telah bertindak transparan, tidak perpihak, dan profesional serta memberikan kepastian hukum.
Setelah Mahkamah mencermati bukti-bukti para pihak dan keterangan saksi-saksi Pemohon serta fakta yang terungkap di persidangan tidak ditemukan bukti Termohon melakukan penetapan pasangan calon nomor urut 3 atas nama Ridho Yahya dan Andriansyah Fikri tidak sah, tidak transparan, dan melawan hukum. Mahkamah membenarkan Termohon tidak bisa menambah atau mengurangi syarat-syarat calon yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.
Menurut Mahkamah apa yang terjadi di internal partai dan status Ridho Yahya sebagai PNS, Termohon tidak mempunyai kewenangan untuk mencampuri urusan internal Partai tersebut. Berdasarkan penilaian dan fakta hukum tersebut, menurut Mahkamah, dalil Pemohon tidak beralasan menurut hukum.
Selain itu, tidak terbukti juga soal Ridho Yahya selaku Ketua DPD Golkar sebagai Bakal Calon Walikota Prabumulih dalam Pemilukada Tahun 2013 tidak sah dan cacat hukum karena dia mencalonkan dirinya sendiri sebagai Bakal Calon Walikota Prabumulih dan mendaftarkan diri secara langsung di kantor Termohon.
“Menimbang bahwa tentang adanya pelanggaran lainnya, menurut Mahkamah, dalil Pemohon a quo tidak dibuktikan dengan bukti yang cukup meyakinkan bahwa telah terjadi pelanggaran dalam Pemilukada Kota Prabumulih Tahun 2013. Oleh karena itu, menurut Mahkamah, dalil Pemohon tersebut tidak terbukti dan tidak beralasan menurut hukum. Adapun terkait dengan pelanggaran di bidang hukum kepegawaian tetap dapat ditindaklanjuti dan diperiksa oleh pihak yang berwenang meskipun telah ada putusan Mahkamah ini,” terang Mahkamah atas permohonan yang diajukan Pasangan Calon Nomor Urut 3 ini.
Tidak Terbukti dan Beralasan Hukum
Sedangkan Pemohon Perkara No. 25 mendalilkan Termohon telah melakukan pelanggaran Pemilu yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif yang merugikan Pemohon karena Termohon meloloskan Pihak Terkait yang menurut Pemohon tidak memenuhi syarat pencalonan Walikota Prabumulih, yakni adanya formulir surat pencalonan, surat kesepakatan antar partai politik peserta pemilu, surat pernyataan partai politik dan/atau gabungan partai politik tidak akan menarik pencalonan atas pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah, tidak ditandatangani oleh Ketua DPD Golkar Kota Prabumulih, padahal Ridho Yahya sebagai Ketua DPD Golkar Kota Prabumulih hadir menyerahkan berkas-berkas formulir pencalonan kepada Termohon. Cacat hukum juga karena Ridho Yahya masih berstatus Pegawai Negeri Sipil sebagai anggota/pengurus Partai Politik Golkar. Menurut Pemohon, pemberhentian Ridho Yahya sebagai PNS bukan dilakukan walikota, akan tetapi kewenangan Gubernur Provinsi Sumatera Selatan.
Menurut Mahkamah, dalil Pemohon dalam perkara ini sama dengan dalil permohonan dalam perkara No. 24 yang telah diputus sebelumnya. Oleh karena itu, pertimbangan atas perkara tersebut mengenai status Pihak Terkait Ridho Yahya sebagai PNS yang menjadi pengurus partai politik berlaku pula untuk permohonan ini.
Sedangkan mengenai dalil Pemohon bahwa formulir surat pencalonan, surat kesepakatan antar partai politik peserta Pemilu yang bergabung untuk mencalonkan pasangan calon, surat pernyataan partai politik dan/atau gabungan partai politik tidak akan menarik pencalonan atas pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah tidak ditandantangani oleh Pihak Terkait Ridho Yahya sebagai Ketua DPD Golkar Kota Prabumulih, menurut Mahkamah, Pasal 59 ayat (5) huruf a UU 32/2004 menyatakan bahwa, “Partai politik atau gabungan partai politik pada saat mendaftarkan pasangan calon, wajib menyerahkan surat pencalonan yang ditandatangani oleh pimpinan partai politik atau pimpinan partai politik yang bergabung”. Selanjutnya Penjelasan Pasal 59 ayat (5) huruf a menyatakan bahwa, “Yang dimaksud dengan “pimpinan partai yang bergabung”. Selanjutnya Penjelasan Pasal 59 ayat (5) huruf a menyatakan bahwa, “Yang dimaksud dengan “pimpinan partai politik” adalah ketua dan sekretaris partai politik atau sebutan pimpinan lainnya sesuai dengan kewenangan berdasarkan anggaran dasar/anggaran rumah tangga partai politik yang bersangkutan, sesuai dengan tingkat daerah pencalonannya”.
Dengan demikian, surat pencalonan kepala daerah disesuaikan pula dengan aturan internal partai politik. Sehubungan konteks tersebut, jabatan wakil ketua juga merupakan unsur pimpinan dalam partai politik. Terlebih lagi, Ketua DPD Partai Golkar berdasarkan Surat Pelimpahan Wewenang Sementara yang dikeluarkan oleh DPD Partai Golkar Kota Prabumulih bertanggal 14 September 2012, telah melimpahkan persoalan tersebut kepada Wakil Ketua DPD Partai Golkar Kota Prabumulih.
Surat pencalonan Pihak Terkait Ridho Yahya sebagai Walikota yang ditandatangani oleh Wakil Ketua DPD Partai Golkar merupakan aturan internal partai politik Pihak Terkait. Oleh sebab itulah, Pihak Terkait mengundurkan diri untuk sementara dari jabatannya sebagai Ketua DPD Partai Golkar. Berdasarkan fakta hukum tersebut, menurut Mahkamah, dalil Pemohon tidak terbukti dan tidak beralasan menurut hukum.
Selanjutnya tidak terbukti dan tidak beralasan hukum juga mengenai dalil yang diajukan oleh Pemohon mengenai memanipulasi penghitungan perolehan suara, melakukan perubahan klasifikasi surat suara yang terpakai yang berisi surat suara sah dan tidak sah dalam Pemilukada Kota Prabumulih di TPS-TPS, sengaja melakukan perubahan data rekapitulasi penerimaan dan penggunaan surat suara, tidak melakukan perubahan data pemilih, dan sengaja melakukan pelanggaran dengan cara tidak menuliskan data hasil rekapitulasi ke dalam Formulir Model/Lampiran C1-KWK.KPU, Model/Lampiran D1-KWK.KPU, dan Model/Lampiran DA1-KWK.KPU, sengaja menolak 29 orang pemilih pendukung Pemohon warga Kelurahan Prabujaya Kecamatan Prabumulih Timur yang memiliki formulir undangan untuk memilih, menggunakan fasilitas negara dalam tahapan kampanye, mobilisasi Ketua Rukun Warga (RW) dan Rukun Tangga (RT), dan membuka kotak suara PPS Kelurahan Mangga Besar.
Sedangkan dalil hukum pidana, menurut Mahkamah, hukum pidana bukan merupakan ranah kewenangan Mahkamah. “Menimbang bahwa tentang adanya pelanggaran-pelanggaran lainnya, menurut Mahkamah, dalil Pemohon tersebut tidak dibuktikan dengan bukti yang meyakinkan bahwa pelanggaran tersebut terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif yang secara signifikan mempengaruhi perolehan suara Pemohon sehingga melampaui perolehan suara Pihak Terkait. Oleh karena itu, menurut Mahkamah, dalil Pemohon tidak terbukti dan tidak beralasan menurut hukum,” terang Mahkamah atas perkara yang diputus yang selesai diucapkan pukul 15.58 WIB ini.(nta/mk/bhc/rby) |