JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Majelis hakim menolak nota keberatan (eksepsi) yang diajukan kubu terdakwa Patek alias Abdul Ghoni alias Abu Syeikh alias Umar Arab. Sebaliknya, menerima dakwaan yang disampaikan tim jaksa penuntut umum yang dikoordinatori Bambang Suhariyadi. Persidangan perkara dugaan tindak pidana terorisme ini pun dilanjutkan untuk masuk materi pokok perkara.
"Mengadili menolak eksepsi penasehat terdakwa dan memerintahkan kepada penuntut umum untuk melanjutkan persidangan pemeriksaan materi pokok perkara,” kata majelis hakim yang diketuai Lexsy Mamontoh dalam putusan selanya yang disampaikan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Senin (5/3).
Dalam pertimbangan putusan selanya tersebut, majelis hakim menyebutkan bahwa eksepsi terdakwa Umar patek yang disampaikan koordinator Tim Pembela Muslim (TPM) Ashludin Hatjani telah memasuki pokok perkara. Pembelaan itu pun ditolak. Sedangkan dakwaan yang disampaikan JPU dianggap jelas dan cermat. Perkara ini pun dianggap layak dilanjutkan dengan memeriksa para saksi.
Atas putusan ini, hakim ketua Lexsy Maontoh memerintahkan penuntut umum untuk menyiapkan saksi-saksi yang akan dihadirkan. Jaksa Bambang Suhariyadi menyatakan kesiapannya. Tiap poersidangan akan diupayakan menghadirkan 4-5 saksi. “Sidang kami tunda untuk dilanjutkan Kamis (8/3) untuk memeriksa saksi-saksi,” kata hakim ketua menutup sidang.
Seperti diketahui, dalam dakwaan JPU Bambang Suharijadi menyebutkan bahwa dalam dakwaan pertama dan kedua, terdakwa Umar Patek dijerat UU Nomor 15/2003 tentang Pemberantasan Terorisme dengan ancaman hukuman mati. Dia dituding telah menguasai, membawa, memiliki persediaan, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan dan mempergunakan senjata api atau amuniasi dengan tujuan tindak pidana terorisme.
Patek dinyatakan melarikan diri, setelah terlibat dalam peristiwa peledakan Bom Bali I yang terjadi pada 12 Oktober 2002 yang menyebabkan sebanyak 192 orang meninggal dunia. Terdakwa juga dianggap ikut menghancurkan gedung Paddy's Club dan Sari Club serta 422 unit bangunan lainnya serta merusak fasilitas publik.
Kemudian, terdakwa Umar Patek pada Januari 2010 di tepi Pantai Panyaungan, Cihara, Lebak, Provinsi Banten, bersepakat dengan Dulmatin, Warsito dan Sibgoh melakukan uji coba senjata tiga pucuk senjata M16 untuk pelatihan militer di Pegunungan Jalin Jantho, Aceh.
Sedangkan dakwaan ketiga yang menjerat Patek adalah ancaman pidana Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman mati. Sedangkan, dalam dakwaan keempat dan kelima, terdakwa Patek pun dinyatakan telah melakukan pemalsuan dokumen imigrasi dan diancam dengan Pasal 266 KUHP tentang pemalsuan dokumen.
Dari tindakan tersebut, akhirnya terbit paspor atas nama terdakwa dengan identitas Anis Alawi Jafar, yang kemudian digunakan terdakwa menuju Lahore, Pakistan, dengan istrinya Fatimah Zahra melalui petugas imigrasi Bandara Soekarno Hatta.
Sementara dalam dakwaan terakhir, pria kelahiran Pemalang tersebut diancam UU Nomor 12/Darurat/1951 jo Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP tentang kepemilikan bahan peledak, atas pengeboman enam gereja pada Malam Natal 2000. Dalam kasus ini, terdakwa membantu mencampur bahan peledak dan memasukkannya ke dalam wadah bom yaitu kotak dan tas jinjing dalam proses pembuatan bom yang berlangsung 20 hari. (dbs/rob)
|