JAKARTA, Berita HUKUM - Langkah dan kebijakan Badan Pembina Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dengan membuka pendaftaran dan melakukan verifikasi terhadap calon pemberi bantuan hukum dipersoalkan oleh enam orang advokat ke Mahkamah Konstitusi (MK) melalui perkara Sengketa Kewenangan Lembaga Negara (SKLN).
Dalam sidang perkara nomor 1/SKLN-XI/2012 yang berlangsung Rabu (17/04), Dominggus Maurits Luitnan dan L.A Lada yang mewakili rekan-rekannya, yaitu Suhardi Somomoelyono, Abdurrahman Tardjo, Mansjur Abu Bakar, dan Metiawati, mengungkapkan kepada Majelis Hakim Konstitusi yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati, bahwa langkah BPHN yang melakukan pendaftaran serta verifikasi bagi calon pemberi bantuan hukum dinilai telah melampaui kewenangannya.
Menurut Dominggus, seharusnya kewenangan tersebut dilaksanakan oleh Para Pemohon selaku advokat. “Kami Para Pemohon selaku Advokat merasa dirugikan dengan mengambil alih kewenangan rekrutmen terhadap para calon advokat atau calon bantuan hukum,” ujar Dominggus. Menurutnya, kewenangan seleksi dan verifikasi terhadap calon pemberi bantuan hukum itu dilakukan oleh organisasi advokat dan bukan oleh BPHN.
Kedudukan Hukum Pemohon
Terhadap permohonan para advokat tersebut, Maria Farida Indrati mengingatkan kepada Pemohon mengenai kedudukan hukum atau legal standing dari Para Pemohon. Menurut Maria, permohonan SKLN hanya dapat diajukan oleh lembaga negara yang kewenangannya disebutkan dan diberikan oleh konstitusi. “Kalau kita melihat di sini Bapak mengatasnamakan para advokat di sini, apakah advokat itu merupakan lembaga negara yang disebutkan oleh konstitusi dan apakah juga ada kewenangan yang diberikan konstitusi kepada lembaga Bapak ini?” kata Maria.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Hamdan Zoelva, bahkan hakim konstitusi ini menyinggung masalah bantuan hukum yang juga dipersoalkan Pemohon dalam perkara nomor 88/PUU-X/2012 mengenai pengujian UU No. 16 Tahun 2001 tentang Bantuan Hukum. Selain mengingatkan soal kedudukan hukum Pemohon, Hamdan juga mempertanyakan kedudukan BPHN yang dijadikan Termohon oleh Para Pemohon. “Masalahnya apakah Badan Pembinaan Hukum Nasional itu adalah lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar tahun 1945?” tanya Hamdan.
Sementara Muhammad Alim memberikan nasihat kepada Para Pemohon untuk memikirkan ulang permohonan itu, karena kalau memang yang dipermasalahkan Pemohon adalah tindakan BPHN yang melanggar ketentuan UU, Alim menyatakan, “Pemohon dapat menggugat ke pengadilan kalau kewenangan dianggap itu diambil oleh orang lain tapi tidak termasuk SKLN, digugat saja sebagai perbuatan melanggar hukum.Pasal 3, Pasal 65 KUH Perdata.”
Atas saran nasihat Majelis Hakim Konstitusi, Dominggus menyatakan akan memformulasikan permohonannya kembali, terutama soal kedudukan hukum Pemohon dalam mengajukan perkara SKLN.(ilh/mk/bhc/rby) |