JAKARTA, Berita HUKUM - Diresmikannya gedung kantor baru representatif Majelis Pendidikan, Penelitian, dan Pengembangan (Diktilitbang) PP Muhammadiyah di wilayah Kasihan, Bantul, Senin (22/11) menandai keseriusan Muhammadiyah melakukan akselerasi pendidikan nasional.
Dalam kesempatan tersebut, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir meminta dunia Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan 'Aisyiyah (PTMA) memperhatikan 6 hal sebagai tindak lanjut terhadap akselerasi pengembangan Iptek dan keilmuan.
Pertama, Haedar meminta agar PTMA meneguhkan kualitas mata kuliah Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) sebagai bagian fundamental yang terintegrasi dengan catur dharma PTMA.
Peneguhan ini diharapkan agar AIK menjadi nilai dasar yang terinternalisasi menjadi jiwa, alam pikiran dan tindakan seluruh civitas akademika PTMA sesuai manhaj tarjih dan pemikiran ideologis Muhammadiyah.
"Saya percaya jika terus ada proses internalisasi yang sistematis, itu akan terbangun kerangka pemikiran dan aplikasi nilai-nilai Islam dan Kemuhammadiyahan yang mendarah daging sehingga kita tidak akan ada lagi problem-problem moral etika dan lain-lain yang selama ini menjadi heboh di tubuh bangsa," ujarnya.
Bersamaan dengan proses pelembagaan AIK, Haedar berharap AIK tidak sekadar formalisme, tapi kemudian bisa menjadi pembeda identitas antara PTMA dan perguruan Islam yang lainnya. Para dosen pengajar AIK juga diwanti-wanti untuk tidak membawa pemikiran lain di luar ideologi Muhammadiyah.
"Intinya AIK itu Islam Berkemajuan di mana seluruh pemikiran-pemikiran resmi Muhammadiyah termasuk Manhaj Tarjih itu menjadi identitas lembaga PTMA," kata Haedar.
Kedua, Haedar meminta Majelis Diktilitbang mulai membangun kerangka ilmu (epistemologi) yang menyatukan berbagai perspektif keilmuan dan tidak terjebak pada normativisme ayat-ayat dan hadis.
Tersedianya ratusan guru besar dan doktor di lingkungan Persyarikatan adalah modal penting untuk mewujudkan hal ini.
"Jadi harus integrasi, interkoneksi, multi perspektif, multi paradigma. Nah seperti apa isinya? ya tugas para guru besar ini, para doktor dan Ph.D yang masing-masing punya keahlian. Ini pekerjaan yang harus diletakkan oleh Majelis Diktilitbang membangun atau mengembangkan epistemologi yang integratif-holistik di Muhammadiyah," pesannya.
Ketiga, Haedar meminta PTMA mulai mengembangkan pusat-pusat riset multi disiplin melihat banyaknya sumber daya peneliti yang melimpah di Muhammadiyah.
"Kami persilahkan PTMA yang sudah hebat-hebat dalam dunia riset untuk bersinergi satu sama lain, berkolaborasi. Jangan berjalan sendiri-sendiri," kata Haedar.
Keempat, Haedar meminta PTMA membangun pusat-pusat dan program-program unggulan sesuai kekhasan masing-masing dan saling kolaborasi di antara 164 PTMA di Indonesia.
"Termasuk di bidang pengembangan bisnis, mohon banget dengan kerendahan hati jangan terlalu larut dengan normativitas ekonomi atau ilmu-ilmu ekonomi tapi pengembangan bisnisnya itu tidak berjalan karena saya pengikut Pak Jusuf Kalla dalam hal ini. Jika umat Islam dan bangsa Indonesia ingin maju, ekonominya harus kuat dan membangun ekonomi itu tidak terlalu banyak teori," ingatnya.
"Saya pribadi selaku ketua umum konsen banget ingin bagaimana Muhammadiyah bisa menjadi kekuatan ekonomi yang bagus, yang unggul dan nanti di depan. Kita ngomong yadul ulya tidak mungkin, mengekspor Islam Rahmatan lil-'Alamin tidak mungkin kalau ekonomi kita pas-pasan," imbuhnya.
Kelima, Haedar meminta PTMA memperbanyak pengiriman mahasiswa terutama kader-kader Angkatan Muda Muhammadiyah menempuh studi di luar negeri.
"Tologn lihat potensi Angkatan Muda Muhammadiyah di kanan kiri bapak ibu sekalian. Dorong mereka juga menjadi SDM berkualitas unggul dan nanti mereka punya kemampuan di bidang masing-masing. Negara yang maju SDM-nya unggul berkualitas," kata Haedar.
Dirinya berpesan secara khusus agar PTMA tidak ikut mengurusi berbagai hal di luar urusan akademik, termasuk membuat berbagai satuan petugas untuk masalah-masalah tertentu.
"Dunia perguruan tinggi harus relatif bebas dari proyek-proyek politik atau proyek-proyek yang sebenarnya mungkin tidak menjadi pendorong bagi kemajuan dunia ilmu pengetahuan dan teknologi, (nanti) yang rugi Indonesia," pesannya.
Terakhir, Keenam, Haedar meminta PTMA mengembangkan masyarakat ilmu melanjutkan gerakan keilmuan harakatul ilmiyah yang dimulai oleh Buya Syafi'I Ma'arif sejak tahun 2000.
"Sekarang kita bikin praktis bagaimana PTMA bisa lewat kuliah kerja nyata. Gunakan media digital termasuk media sosial untuk mengembangkan dan membina masyarakat menjadi masyarakat bil ilmi, masyarakat berilmu, komunitas berilmu sehingga kalau toh ada perdebatan di medsos, apalagi para elit, itu betul-betul bil ilmi, bukan adu jotos, bukan menang-menangan. Kita prihatin. Mohon maaf lama kelamaan jangan sampai anggota Muhammadiyah, Pimpinan Muhammadiyah jadi semakin dangkal berpikirnya," tegas Haedar.(muhammadiyah/bh/sya) |