JAKARTA, Berita HUKUM - Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon memastikan perombakan Fraksi Golkar belum dapat dilakukan, karena konflik di tubuh partai berlambang beringin tersebut belum final di Pengadilan untuk proses hukum.
"Kita belum menjadikan proses dari apa yang belum final. Jadi tidak bisa dan tidak mungkin dilakukan perubahan fraksi atau komisi-komisi sampai ada proses final," tutur Fadli di gedung DPR, Jakarta, Senin (16/3).
Fadli Zon menilai keputusan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly untuk Partai Golkar terlihat politis. Karena Yasonna menerima kepengurusan Munas Ancol yang diketuai Agung Laksono.
"Jelas Menkumham sebagai seorang operator politik untuk kepentingan politiknya, tanpa ada aturan yang jelas. Kalau ini dilakukan terus akan merugikan pemerintahan Jokowi secara keseluruhan," ungkap Wakil Ketua Umum DPP Gerindra itu. Presiden Jokowi, sambung Fadli, harus menyatakan secara lugas apakah keputusan tersebut di luar garis atau sesuai kebijakan pemerintah.
"Kalau sesuai, maka pemerintahan ini pemerintahan otoriter yang menjegal demokrasi," tegasnya.
Sementara Ketua DPP PKS Aboebakar Al Habsy menilai Yasonna melakukan intervensi saat meminta salah satu kepengurusan baik Golkar dan PPP untuk mendaftarkan diri.
"Bagaimanapun menteri sebagai pembantu presiden. Pemerintah bisa mengambil langkah yang tidak di luar undang-undang," ujar Aboebakar.
Sedangkan ditempat terpisah, Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie (ARB), mengoreksi pandangan sebagian kalangan bahwa hak angket Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terhadap kebijakan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Hamonangan Laoly, karena dualisme kepemimpinan di partainya.
Menurut ARB, hak angket atau hak penyelidikan itu karena persoalan yang lebih besar, yakni intervensi menteri terhadap partai politik.
Bukan cuma Golkar yang diintervensi oleh Menkum HAM, melainkan juga Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Itu jelas merupakan pelanggaran terhadap demokrasi.
“Saya kira kalau ini terus dilakukan pemerintah akan membawa dampak yang tidak baik. Saya khawatir terjadi konflik horisontal yang terjadi kalo cara-cara ini diteruskan,” katanya kepada wartawan seusai mengumpulkan para pengurus daerah Partai Golkar di rumahnya di Jakarta pada Senin malam, (16/3).
ARB tak menyoal kubu Agung Laksono yang telah menyusun kepengurusan. “Kami tidak mau mengurus apa yang mereka lakukan.” Dia malah mempersilakan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Hamonangan Laoly, untuk memverifikasi keabsahan masing-masing Munas: Munas di Bali dan Munas di Ancol, Jakarta.
“Kalau Menkumham mau, itu verifikasi saja siapa yang hadir di (Munas) Bali, siapa yang hadir di (Munas) Jakarta. Bisa jelas itu, lihat saja pemalsuan-pemalsuan itu,” katanya kepada wartawan.
Dia meminta Pemerintah atau pun Menkum HAM tak khawatir dengan pengajuan hak angket itu karena sifatnya penyelidikan, bukan untuk menjatuhkan pemerintahan. Hak angket untuk menyelidiki kebijakan Menteri yang dinilai keliru.
Sejauh ini, kata ARB, pengajuan hak angket telah memenuhi syarat, yakni didukung paling sedikit 25 anggota DPR atau dua fraksi. “Sekarang jumlahnya sudah lebih dari 25 orang dan sudah lebih dari dua fraksi.”
Dalam kesempatan itu, ARB menjelaskan bahwa sikap Koalisi Merah Putih sangat jelas, yaitu mendukung penggunaan hak angket. Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional Amien Rais pun sudah tegas menyatakan sikapnya mendukung hak angket. Begitu juga Partai Keadilan Sejahtera.
“Demokrasi dicabik-cabik. Makanya marilah kita bersatu untuk menjaga begal demokrasi ini,” kata ARB.(mah/ren/viva/fw/tribunnews/bhc/sya) |