JAKARTA, Berita HUKUM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memastikan bakal memberantas praktik pungutan liar (pungli) hingga ke akar-akarnya. Dia menegaskan bakal menangani langsung praktik pungli oleh aparat negara, bahkan sampai yang nilainya hanya Rp 10 ribu juga. Sedangkan untuk urusan korupsi besar, Jokowi menyerahkannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah, mempertanyakan pernyataan mantan Walikota Solo itu. Terutama soal kasus korupsi kakap yang menjadi wewenang KPK.
Menurutnya, Jokowi sama sekali tidak memberikan contoh baik. Kealpaan sikap Jokowi terhadap perkara-perkara korupsi besar itu mungkin saja dalam upaya menutupi korupsi yang dilakukan orang-orang di lingkaran kekuasaannya.
"Kalau pemberantasan korupsi dia bilang biarkan ditangani KPK, apakah presiden diam-diam melindungi korupsi orang-orang di sekitarnya? Hati-hati loh. Orang bisa curiga begitu. Jangan-jangan presiden (menangani) yang kecil-kecil begini, yang gede-gede di sekitarnya dia diamkan," ucap Fahri Hamzah di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (17/10).
"Kan jangan-jangan orang bilang begitu, dan di dalam demokrasi orang bebas menilai itu semua," lanjutnya.
Menurutnya, pemberantasan korupsi saat ini tidak memiliki arah. Rakyat tidak diajak atau tidak dilibatkan dalam menentukan arah penegakan hukum.
"Rakyat tidak diajak, pesimisme mulai muncul di mana-mana. Orang mulai ragu dengan apa yang dilakukan presiden," jelasnya.
"Dia (Jokowi) katakan KPK urus yang besar-besar, saya urus yang kecil-kecil. Dari mana dasarnya?" kata Fahri di Gedung DPR, Jakarta, Senin, 17 Oktober 2016.
Ia mengatakan Presiden Republik Indonesia sebenarnya orang paling kuat nomor empat di dunia dari sisi populasi. Dari perspektif ekonomi, Indonesia masuk ke dalam skala 15 besar di dunia.
"Dia (Jokowi) itu powerfull. Jumlah tentaranya, polisinya, birokrasi paling besar. Jangan urus yang kecil-kecil dong. Terus KPK urus yang besar-besar. Dari mana?" kata Fahri.
Ia menjelaskan semua kegiatan di Republik ini dikoordinir presiden. Dalam presidensialisme, presiden menjabat sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Sehingga presiden bisa melakukan apa saja.
"Jangan gunakan kekuasannya untuk yang kecil-kecil. Yang kecil-kecil kasih ke kepala desa, bupati, kapolsek, dan presiden bisa kasih kekuataan pada kepala desa dan bupati. Bila perlu panggil semua bupati, suruh tanda tangan akta integritas untuk tekan ini supaya bisa tekan perbaikan birokrasi sampai ke bawah," kata Fahri.
Ia menilai aksi penggerebekan pungli oleh Jokowi di Kementerian Perhubungan hanya tindakan simbolik. Tindakan tersebut juga dianggap sebagai cara kerja Presiden yang tak sistematis.
"Anda presiden. Tapi kalau bekerja tak sistematis ini merugikan rakyat karena anda pakai uang besar dalam bekerja. Setiap hari presiden digaji besar, fasilitas besar, perhatian rakyat pada dia besar," kata Fahri.(ren/viva/ald/rmol/bh/sya) |