JAKARTA, Berita HUKUM - Sidang pertama pengujian terhadap Pasal 8 Ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD (UU Pemilu Legislatif) terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945 digelar pada Kamis (7/3) di Ruang Sidang Panel MK. Perkara ini diregistrasi oleh Kepaniteraan MK dengan Nomor 22/PUU-XI/2013.
Pemohon adalah Partai Persatuan Nasional (PPN) yang diwakili oleh Oesman Sapta selaku Ketua Umum dan Ratna Ester Lumbantobing selaku Sekretaris Jenderal dari PPN yang merupakan calon peserta Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD tahun 2014 yang tidak ditetapkan oleh KPU sebagai Partai Politik peserta Pemilu.
Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan, Paulus Sanjaya Samosir selaku kuasa hukum Pemohon mengungkapkan mengenai kerugian konstitusional yang dialami secara nyata dengan adanya ketentuan Pasal 8 ayat (2) huruf d UU tersebut. Kerugian tersebut terjadi karena dilakukannya verifikasi faktual yang diadakan oleh KPU dalam menentukan Partai Politik yang dapat mengikuti Pemilu Tahun 2014. Menurutnya, KPU tidak mampu dan terbatas dalam melakukan verifikasi faktual.
Selain itu, Paulus juga mengatakan bahwa dengan adanya ketentuan Pasal 8 ayat (2) huruf d UU tersebut, Pemohon merasa terhalangi hak-hak konstitusionalnya sebagai Parpol yang mengajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya. “Pasal tersebut tidak relevan dilakukan saat ini dalam rangka mencapai tujuan pemilu,” ujar Paulus dihadapan Majelis Konstitusi yang diketuai oleh Hakim Konstitusi Harjono. Hal tersebut terjadi karena akan sulit untuk dilaksanakan oleh Parpol ataupun penyelenggara Pemilu.
Kemudian, dia juga menjelaskan, dengan tetap diberlakukannya pasal tersebut maka pembiaran terhadap pelanggaran konstitusional oleh para pemangku kepentingan dalam proses penyelenggara Pemilu akan terus berlanjut. Adapun salah satu Pasal 8 ayat (2) huruf d UU Pemilu yang diujikan Pemohon berbunyi: “Partai Politik yang tidak memenuhi ambang batas perolehan suara pada Pemilu sebelumnya atau partai politik baru dapat menjadi peserta pemilu setelah memenuhi persyaratan: memiliki kepengurusan di 50% (lima puluh persen) jumlah kecamatan di kabupaten/kota yang bersangkutan.”
Selanjutnya, Panel Hakim memberikan saran perbaikan permohonan kepada Pemohon. Harjono mengatakan agar memohon mengaitkan apa yang menjadi keberatan Pemohon dengan jaminan hak konstitusionanya. Selain itu, Harjono meminta agar Pemohon menguraikan jaminan hak konstitusional tersebut dan meminta Pemohon agar dapat meyakinkan hakim dengan permohonannya. Kemudian, Harjono mengatakan bahwa apabila Pemohon merupakan badan hukum, maka Pemohon harus bisa beri alasan antara badan hukum dengan jaminan dengan pasal yang disebutkannya tersebut.
Sedangkan Hakim Konstitusi Akil Mochtar mengatakan, uraian permohonan Pemohon diperjelas apakah permasalahan tersebut berupa petertentangan norma atau penerapan dengan norma. Akil juga meminta agar Pemohon melihat perkara yang sedang diujikan oleh Pemohon lain yang saat ini sedang berjalan. Hal tersebut dikarenakan apabila batu uji yang diajukan oleh Pemohon sama dengan Pemohon yang sebelumnya yaitu pada perkara Nomor 94/PUU-XI-2012.
Sidang berikutnya, dengan agenda perbaikan permohonan akan digelar usai Pemohon memperbaiki permohonannya. Pemohon diberi waktu 14 hari kerja untuk memperbaikinya atau menarik kembali.(ua/mk/bhc/rby) |