BOGOR, Berita HUKUM -Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengingatkan semua pihak mengenai keniscayaan baru yang harus dipahami, bahwa negara kita telah menjadi bagian dari Masyarakat ASEAN (ASEAN Community). Ia menyebutkan, integrasi, kebersamaan dan kerja sama kita bukan hanya menyangkut bidang perekonomian maupun sosial-budaya, tetapi juga politik dan keamanan.
Pada pidato pada pengukuhannya sebagai Guru Besar Ilmu Ketahanan Nasional oleh Universitas Pertahanan Indonesia di Kawasan Indonesia Peace and Security Center (IPSC), Sentul, Bogor, Jawa Barat, Kamis (12/6) sore, Presiden SBY menyampaikan, kini ASEAN telah memiliki piagam yang baru (ASEAN Charter). Salah satu komitmen, persetujuan dan kode etik yang dianut ASEAN, kata SBY, adalah ditabukannya penggunaan kekuatan militer bila terjadi konflik antar sesama negara ASEAN.
Namun, Presiden SBY mengaku, masih sering mendengar pandangan dan terkadang tekanan dari kalangan tertentu jika ada perselisihan dengan negara tetangga, termasuk sesama anggota ASEAN, ia diminta untuk berani, tegas dan tidak segan-segan menggunakan kekuatan militer sebagai instrumen penyelesaian perselisihan.
�Tentu persoalannya bukan soal berani atau tidak berani, tegas atau tidak tegas, tetapi menyangkut kesepakatan dan kode etik bersama itu yang harus sama-sama dijunjung tinggi,� tutur Kepala Negara.
Namun Kepala Negara yang didampingi Ibu Negara Hj. Ani Yudhoyono menegaskan, jika kedaulatan negara dan keutuhan wilayah kita sungguh terancam, dan semua upaya politik dan penyelesaian secara damai kandas, tentu amanah konstitusi akan ia jalankan.
�Bagi saya kedaulatan negara dan keutuhan NKRI adalah harga mati,� tegas SBY seraya menyampaikan, masih banyaknya kelompok yang masih memiliki mindset atau cara pandang yang lama, yang seolah kita bisa menggunakan kekuatan militer dan melancarkan perang begitu saja. Padahal hal begitu bukan menjadi pilihan yang disepakati dalam "konstitusi" ASEAN.
Presiden menegaskan falsafah dan prinsip dasar ASEAN, bahwa hakikatnya ASEAN adalah sebuah "caring and sharing community". Namun ia mengakui, tentu ASEAN tidak boleh apatis dan diam saja ketika salah satu anggotanya mengalami permasalahan yang serius, misalnya, ketika Vietnam dan Filipina berada dalam ketegangan tinggi dengan Tiongkok, atau ketika Thailand tengah mengalami krisis politik beberapa saat yang lalu.
SBY menekankan, semangat ASEAN tentu bukan untuk mencampuri urusan dalam negeri negara-negara itu. Bukan pula lantas ASEAN secara membabi buta berpihak kepada negara anggota ASEAN manapun untuk menghadapi negara yang sedang berkonflik. Tetapi, dengan semangat untuk menyelesaikan konflik secara damai dan disertai kepatuhan terhadap hukum internasional yang berlaku.
�Saya berpendapat ASEAN tetap bisa memainkan peran yang konstruktif,� ujar SBY.
Hadir dalam acara pengukuhan SBY sebagai Guru Besar Universitas Pertahanan, Jakarta itu, antara lain Wakil Presiden Boediono, Menko Polhukam Djoko Suyanto, Menko Perekonomian Chairul Tanjung, Menko Kesra Agung Laksono, Mensesneg Sudi Silalahi, Seskab, Dipo Alam, beberapa menteri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II, segenap civitas akademika Universitas Pertahanan, serta keluarga besar Presiden SBY.(Setkab/ES/bhc/sya) |