JAKARTA-Partai Gerindra membeberkan fakta-fakta adanya dugaan penyimpangan penggunaan APBN dalam pemerintahan SBY-Boediono. Yang mengejutkan, kebocoran APBN hingga 55 Persen. Kebocoran terjadi pada pos penerimaan dan pembelanjaan. “Nilai kebocoran penerimaan mencapai 25 persen. Sedangkan untuk pembelanjaan sebesar 30 persen,” kata anggota Badan Komunikasi Partai Gerindra, Sabar Subagyo dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (26/7).
Menurut dia, Gerindra mempertanyakan perencanaan anggaran yang dilakukan kementerian-kementerian. Perencanaan yang dilakukan berbagai kementerian itu dinilai terlalu lambat. “Anggaran ini diketok (diputuskan) Oktober, November mestinya mereka sudah bisa belanja. Tapi ternyata mereka belum membuat rencana. Bagaimana mau menyerap anggaran kalau belum membuat rencana,” jelas dia.
Kritik juga dilontarkan Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra, Hasyim Djojohadikusumo. Dijelaskan, banyak anggaran yang tidak efisien digunakan baik oleh DPR ataupun pemerintah. Anggaran vakansi, perjalanan pegawai negeri dan anggota DPR sebesar Rp 21 triliun. Untuk perjalanan pejabat negara setiap tahunnya. “Angka ini sangat fantastis dan tidak efektif. Ini hanya banyak dipakai untuk perjalanan studi banding ke sejumlah negara yang tidak jelas hasilnya,” jelas adik kandung Prabowo Subianto ini.
Sementara Wakil Ketua Umum Gerindra, Fadli Zon Atas mengatakan, fakta itu menunjukan ketidakberesan manajemen penggunaan APBN yang dikelola negara. Yang ada, Indonesia malah menuju sebagai negara gagal dan korupsi makin merajalela. Gerindra pun sepakat dengan wacana pembentukan Panja Mafia Anggaran. Hal ini perlu dilakukan, agar terbentuk tertib anggaran. “Mafia Anggaran harus diberantas. Kebocoran dan pemborosan anggaran harus dihentikan,”.
Berdasarkan hasil survei Politic dan Economic, Risk Consultancy (PERC) pada 2010 menyebutkan, Indonesia mencetak nilai 9,07 dari angka 10 sebagai negara paling korup. Nilai tersebut naik dari tahun lalu yang poinnya 7,69. Ini menempatkan Indonesia sebagai negara terkorup dari 16 negara se Asia Pasifik.
Sementara postur APBN yang mencerminkan negara salah urus, antara lain dilihat dari sejumlah indikator. Misalnya, pertumbuhan ekonomi yang tak sebanding dengan peningkatan kesejahteraan rakyat. "Ini memunculkan fenomena paradoks pertumbuhan ekonomi. Walau ekonomi tumbuh positif, namun belum mampu menyerap tanaga kerja untuk mengurangi pengangguran dan kemiskinan secara signifikan," paparnya Fadli Zon.
Partai Gerindra mengusulkan agar dimasukkan indeks pengentasan kemiskinan dan indeks penyerapan tenaga kerja sebagai salah satu variabel asumsi makro dalam penyusunan APBN. Selama ini, imbuh Fadli, asumsi makro hanya terdiri atas pertumbuhan ekonomi, inflasi, kurs nilai tukar, bunga SBI, harga minyak dunia dan lifting minyak.
"Pertumbuhan, hanya terjadi di sektor nontradable. Tradable sector yang notabene menyerap 55,62 persen tenaga kerja hanya tumbuh 15,7 persen saja. Pertumbuhan terbesar tradable sector adalah sektor pertanian yang mencapai 7,94 persen. Belum lagi, soal penyerapan anggaran yang tak rasional. Kebijakan yang ada selama ini tak transparan karena kebijakannya liberal," jelasnya.
Menurut dia, pernyataan Muhammad Nazaruddin yang mengungkap adanya penyimpangan keuangan negara dalam APBN cukup meyakinkan Gerindra untuk mendoron dibentuknya penggunaan hak DPR, melalui Panja Mafia Anggaran. Dengan dibentuknya panja, diharapkan dapat menguak penyelewengan anggaran negara yang terjadi saat ini. "Kalau hanya berpolemik, maka hukum menjadi subordinat politik. Dengan mudah, akhirnya masalah ini akan tutup buku. Dan kami kira, postur APBN kita memang sangat rawan dan rentan dengan perburuan komisi, sehingga sering kali terjadi kolusi antara penyelenggara negara," ujar Fadli.
Kolusi yang terjadi dengan penyelenggara negara terhadap APBN, imbuhnya, yang mengakibatkan bocornya uang negara. Pembahasan APBN, dibahas hanya untuk mencari keuntungan pribadi dan bukan kesejahteraan rakyat. Persoalan sebenarnya bukan percaya Nazaruddin, namun perlu pembuktian dan bukan jadi masalah internal Partai Demokrat saja, harus dibuktikan aparat hukum. "Kalau benar, sinyalemen APBN kita dikorup, semakin benar. Tapi, kalau tidak benar, ya harus direhabilitasi. Panja Mafia Anggaran bisa mengungkap itu," tambahnya.
Di tempat terpisah, Ketua DPR Marzuki Alie yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, menyatakan persetujuannya atas usulan Partai Gerindra yang berharap DPR segera membentuk Panja Mafia Anggaran. Ia tidak peduli siapa pun yang terlibat, termasuk para anggota fraksi-fraksi yang ada di DPR. “Siapa saja (yang terlibat harus diungkap kepada publik),” ujarnya. (bie)
|