JAKARTA, Berita HUKUM - Gubernur Aceh, Zaini Abdullah menyatakan malu atas laporan yang beredar bahwa daerahnya menempati peringkat kedua sebagai provinsi terkorup.
"Saya kan malu sebagai Gubernur dicap sebagai koruptor No 2. Makanya saya ingin sekali supaya hal ini dapat diselesaikan," kata Zaini Abdullah di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta, Jum'at (02/11).
Oleh karena itu, Zaini Abdullah mendatangi Gedung KPK dan meminta bantuan kepada para pimpinan KPK untuk mengusut kasus-kasus dugaan korupsi di Aceh. "Dalangnya siapa pun yang terlibat ditangkap atau diperiksa jangan memalukan," kata Zaini.
Menurut Zaini, dalam pertemuan singkatnya dengan pimpinan KPK, mereka bersedia membantu dan siap turun setiap saat untuk pengusutan kasus-kasus korupsi di Aceh.
Beberapa kasus dugaan korupsi di Aceh yang sempat dilaporkan oleh berbagai pihak ialah dugaan korupsi proyek pembangunan dermaga bongkar badan pengusahaan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas sabang (BPKS) tahun 2006, 2007, 2008 dan 2009, dugaan korupsi pekerjaan pengadaan alat Radio Diagnostik RSUZA Banda Aceh dan dugaan korupsi penjualan aset negara jenis besi jembatan dan alat berat Provinsi Aceh.
Wakil Ketua KPK, Busyro Muqoddas pada saat kunjungannya ke Aceh Agustus 2012 lalu bahkan pernah menyatakan bahwa hingga September 2012 ada sekitar 56 kasus dugaan korupsi terjadi di Aceh yang dilaporkan ke KPK.
Laporan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) pada awal Oktober 2012 Nanggroe Aceh Darussalam sebagai provinsi terkorup kedua setelah DKI Jakarta.
Aceh, dalam laporan itu disebutkan telah menciptakan kerugian negara sebesar Rp 669 miliar dari berbagai kasus korupsi yang telah terjadi.
Selain DKI Jakarta dengan kerugian negara Rp 721 miliar dan Aceh (Rp 666 miliar) provinsi lain yang menempati peringkat lima teratas adalah Sumatera Utara (Rp 515 miliar) Papua (Rp 476 miliar) dan Kalimantan Barat (Rp 289 miliar). Sementara tiga provinsi dengan catatan korupsi dan kerugian negara paling rendah adalah Bangka Belitung (Rp 1,9 miliar), DI Yogyakarta (Rp 4 miliar) dan Bali (Rp 6 miliar).(anl/ddg/bhc/opn) |