JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Usai diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Gubernur Riau, Muhammad Rusli Zainal menyatakan dirinya tidak terlibat dalam kasus suap venue Pekan Olahraga Nasional (PON) XVIII.
Pasalnya, saat terjadi penangkapan para tersangka kasus tersebut, Rusli mengaku, sedang berada di Jakarta. "Saya lagi di Jakarta, sedang rapat di Menkokesra," ujarnya usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (1/5).
Politisi Golkar ini juga menegaskan dirinya, tidak mengetahui atau bahkan menyetujui pemberian dana yang diduga untuk suap senilai Rp 1,8 milliar. "Tidak, saya tidak ikut (membahas dan menyetujui.red)," tegasnya.
Saat ditanya wartawan terkait pemeriksaan hari ini, Rusli menjawab bahwa dirinya dimintai keterangan sebagai saksi. Pasalnya penyidik hanya menanyakan jabatan sebagai Gubernur Riau, sekaligus sebagai Ketua Pengurus Besar (PB) PON.
"Sebagaimana yang pernah saya sampaikan beberapa waktu lalu, saya dimintai keterangan sebagai Gubernur sekaligus PB PON. Saya mendukung dan membantu tugas KPK untuk dapat mengusut tuntas dan menyelesaikan masalah ini secepatnya," imbuh Rusli.
Diwarnai Demontrasi
Pemriksaan Rusli di Gedung KPK, diwarnai aksi demontrasi dari massa yang tergabung dalam Garda Alam Pikir Indonesia (Garda API). Melalui orasinya, massa menuntut penyidik KPK tidak hanya memeriksa Rusli, tapi langsung menangkap dan menahannya.
Dalam orasinya, massa menilai, tidak mungkin Rusli tidak mengetahui dugaan tindak pidana korupsi terkait revisi peraturan daerah No 6/2010. Karena Rusli merupakan orang nomor satu di Propinsi Riau dan pemegang kebijakan. "Logikanya, tidak mungkin seorang Gubernur tidak mengetahui hal tersebut. Karena setiap kebijakan yang diambil, harus dengan persetujuan Gubernur," tutur orator massa Garda API.
Seperti diketahui, KPK sendiri sudah mengajukan pecekalan Rusli keluar negeri kepada Ditjen Imigrasi. Karena, menurut penyidik Rusli diduga banyak tahu dalam kasus ini. Selain Rusli, mantan Kadispora Riau, Lukman Abbas pun juga dicekal keluar negeri.
Korupsi PON Riau bermula dari penangkapan tujuh anggota DPRD Riau, dua pegawai Dinas Pemuda dan Olahraga Riau, dan empat pegawai swasta pada 3 April lalu.
Dari pemeriksaan mereka, KPK menetapkan empat tersangka. Masing-masing adalah dua anggota DPRD Riau, Muhammad Faisal Anwan dan Muhammad Dunhir, staf PT Pembangunan Perumahan (PP) Persero, Rahmat Syahputra dan Kepala Seksi Pengembangan Sarana dan Prasarana Dispora Riau, Eka Dharma Putra.
KPK menjerat dua anggota DPRD yang berstatus tersangka itu dengan Pasal 12 huruf a atau b dan atau Pasal 5 ayat (2) jo Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b dan atau pasal 13 UU pemberantasan korupsi.
Staf PT Pembangunan Perumahan (PP) dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau pasal 11 UU Pemberantasan Korupsi, sedangkan pegawai Dispora dijerat dengan pasal Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b dan atau pasal 13 UU Pemberantasan Korupsi. (dbs/biz)
|