Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
EkBis    
Bansos
HNW Desak Mensos Membatalkan Pemotongan Jumlah Penerima Bantuan
2021-09-28 16:56:18
 

 
JAKARTA, Berita HUKUM - Wakil Ketua MPR-RI yang juga Anggota Komisi VIII DPR RI Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid MA, mengkritisi Keputusan Menteri Sosial Nomor 92/HUK/2021 tentang Penetapan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Tahun 2021. Menurut Hidayat, penetapan Kepmensos tersebut terkesan tidak adil, terburu-buru dan tidak cermat. Jauh berbeda kelengkapannya, jika dibanding Kepmensos sebelumnya, yakni, Nomor 1/HUK/2021.

Letak perbedaannya, itu antara lain jumlah penerima bantuan iuran dalam Kepmensos 92/HUK/2021 berkurang hingga 9,7 juta orang dibandingkan Kepmensos 1/HUK/2021. Kepmensos terbaru juga diskriminatif karena tidak memasukkan komponen seperti bayi baru lahir dari kalangan yang berhak, dan jumlah peserta pengganti dalam data Penerima Bantuan Iuran. Bahkan, Hidayat sempat berharap hasil kesepakatan Kemensos dengan Komisi VIII DPR-RI soal bantuan terhadap 4,3 juta anak yatim yang sudah tersedia datanya di Kemensos, seharusnya dimasukkan sebagai Penerima Bantuan Iuran JKN.

"Kepmensos terbaru ini ada mengandung unsur ketidakadilan, tak menghadirkan data yang akurat baik dari jumlah maupun komponen penerima bantuan iuran JKN. Kami mendesak agar Mensos mencabut Kepmensos, itu dan menggantinya dengan lebih komprehensif, tidak mengurangi jumlah PBI JKN yang sudah dialokasikan kepada sebanyak 96,8 juta orang," disampaikan Hidayat dalam keterangannya di Jakarta, Senin (27/9).

HNW mengaku heran lantaran Mensos menghapus 9,7 juta orang dari daftar PBI JKN. Makin mengherankan lantaran alasan penghapusan tersebut terjadi karena adanya data ganda. Padahal, berdasarkan Kepmensos Nomor 12/HUK/2021 tentang DTKS, jumlah orang di dalam DTKS mencapai 138 juta, itu pun Mensos mengaku sudah menidurkan 21 juta data ganda yang sosialisasinya hingga menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi.

Dalam diktum Kelima Kepmensos 12/HUK/2021 disebutkan bahwa data dalam New DTKS memuat data lengkap by name by address yang sudah diverifikasi dan divalidasi. Artinya, keputusan terbaru Mensos yang mengurangi jumlah PBI JKN bertentangan dengan keputusannya sendiri soal jumlah pendataan DTKS. Dan ini merupakan contoh inkonsistensi kebijakan yang harusnya tidak terjadi.

"Ketidakakuratan data itu, menyebabkan bantuan kesehatan yang sudah tersedia anggarannya tidak bisa disalurkan kepada mereka yang berhak lantaran perubahan Kepmensos yang bermasalah itu," ujar Hidayat.

Wakil Ketua Majelis Syura PKS ini menegaskan, bantuan iuran JKN sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Apalagi di tengah hilangnya pendapatan akibat pandemi yang berkepanjangan. Jumlah PBI JKN berdasarkan Kepmensos terbaru yang berkurang hingga tinggal 87 juta orang juga sebuah kemunduran lebih dari setengah dekade. Pasalnya, jumlah PBI JKN tahun 2017 saja sudah mencapai 92,3 juta orang. Kemunduran ini juga berarti ada potensi besar anggaran yang tidak terserap di tahun 2021, lantaran PBI JKN tahun 2021 sudah dialokasikan untuk 96,8 juta jiwa dengan total anggaran mencapai Rp 51,2 Triliun.

Artinya, semakin jauh dari target dalam RPJMN 2020-20214 yang ditargetkan jumlah PBI JKN tahun 2024 bisa mencapai 112,9 juta orang. Padahal seharusnya, jumlah PBI JKN sebagaimana dalam RPJMN selalu meningkat dari tahun ke tahun. Dan Mensos punya kesempatan besar untuk memasukkan komponen masyarakat yang membutuhkan ke dalam PBI JKN, di antaranya anak-anak yatim/piatu korban covid-19.

"Alih-alih menambahkan anak yatim/piatu yang sudah disepakati dengan Komisi VIII untuk dibantu ke dalam PBI JKN, Mensos justru memangkas banyak penerima di dalamnya. Jika pun terdapat data ganda sebegitu banyaknya seperti keterangan Mensos, artinya klaim keberhasilan Mensos menidurkan 21 juta data ganda pada April 2021 adalah keberhasilan semu. Ini harus dikoreksi oleh Presiden dan Komisi VIII DPR-RI. Agar masyarakat yang berhak mendapat bantuan memperoleh perlakuan yang berkeadilan. Dan tidak kehilangan haknya atas bantuan dan anggaran yang menjadi hak mereka dan sudah dialokasikan oleh Pemerintah dan disetujui oleh DPR-RI," pungkasnya.(MPR/bh/sya)



 
   Berita Terkait > Bansos
 
  Hakim MK Tanya Kenapa Tak Turun Langsung Bagikan Bansos, Ini Jawaban Risma
  Aturan Penyaluran Bansos Berubah Saat Dikritik Kubu AMIN, Jokowi Mulai Ragu
  Megawati: Jangan Kesengsem Milih Capres karena Bansos
  Anggaran Perlinsos 2024 Naik, Anis Byarwati Ingatkan Hal Ini
  Komisi VI Akan Panggil Mendag Bahas Polemik Bansos Jelang Pemilu
 
ads1

  Berita Utama
Mudik Lebaran 2024, Korlantas: 429 Orang Meninggal Akibat Kecelakaan

Kapan Idul Fitri 2024? Muhammadiyah Tetapkan 1 Syawal 10 April, Ini Versi NU dan Pemerintah

Refly Harun: 6 Ahli yang Disodorkan Pihak Terkait di MK Rontok Semua

PKB soal AHY Sebut Hancur di Koalisi Anies: Salah Analisa, Kaget Masuk Kabinet

 

ads2

  Berita Terkini
 
Apresiasi Menlu RI Tidak Akan Normalisasi Hubungan dengan Israel

Selain Megawati, Habib Rizieq dan Din Syamsuddin Juga Ajukan Amicus Curiae

TNI-Polri Mulai Kerahkan Pasukan, OPM: Paniai Kini Jadi Zona Perang

RUU Perampasan Aset Sangat Penting sebagai Instrument Hukum 'Palu Godam' Pemberantasan Korupsi

Mudik Lebaran 2024, Korlantas: 429 Orang Meninggal Akibat Kecelakaan

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2