Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Politik    
Kemensos
HNW Menyayangkan Melemahnya Program Perlindungan Sosial Pemerintah di Tahun 2023
2022-08-22 15:16:27
 

Wakil Ketua MPR-RI Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid, MA.(Foto: Istimewa)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Wakil Ketua MPR-RI Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid, MA., memberi catatan kritis program perlindungan sosial yang menjadi salah satu agenda utama APBN 2023, tahun sesudah pandemi covid-19. HNW sapaan akrab Hidayat Nur Wahid melihat komitmen Pemerintah untuk perlindungan sosial di tahun 2023 malah melemah. Tidak menguatkan Kemensos dan KemenPPPA dan rawan kesimpangsiuran data.

"Salah satu prioritas nasional nomor Tiga dalam Nota Keuangan tahun 2023 sesudah pandemi covid-19 adalah meningkatnya perlindungan sosial bagi seluruh penduduk. Faktanya anggaran dan program perlindungan sosial malah mengalami penurunan," disampaikan Hidayat dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (19/8)

Anggaran perlindungan sosial tahun 2023 adalah Rp 479,1 Triliun. Jumlah tersebut turun 4,7% dari outlook 2022 sebesar Rp 502,6 Triliun. Sementara angka kemiskinan ditargetkan bisa turun ke rentang 7,5-8,5 persen. Hidayat mengingatkan bahwa kondisi tersebut tidak sinkron dan bertolak belakang. Pasalnya yang selama ini menjadi penopang penting upaya penurunan angka kemiskinan adalah program perlindungan sosial.

"Untuk menurunkan angka kemiskinan hingga dua persen poin seperti diprogramkan Pemerintah itu artinya mengentaskan sekitar 5 jutaan penduduk dari bawah garis kemiskinan. Dan itu membutuhkan peningkatan alokasi perlindungan sosial yang masif. Karenanya Pemerintah harusnya merevisi angka perlindungan sosial yang justru turun di tahun anggaran 2023, atau target penurunan angka kemiskinan yang diprogramkan Pemerintah akan sangat sulit tercapai," sambungnya.

Wakil Ketua Majelis Syura PKS ini juga menilai Kementerian Sosial sebagai ujung tombak pelaksana fungsi perlindungan sosial juga tidak memiliki perubahan signifikan dalam program kerjanya. Beberapa kegiatan kunci malah dipangkas target keluarannya. Seperti program rehabilitasi sosial anak, dari 101 ribu penerima di tahun 2018, tinggal 35 ribu penerima di tahun 2022. Dan semakin berkurang menjadi 24 ribu penerima di tahun 2023. Pemberdayaan komunitas adat terpencil juga berkurang drastis dari 3.500 KK di tahun 2022 menjadi tinggal 1.500 KK di tahun 2023.

"Pengentasan kemiskinan harus menyasar kelompok rentan, di antaranya adalah kelompok adat, kelompok anak-anak, dan kelompok perempuan. Namun selain turunnya sebagian target di Kemensos, KemenPPPA juga tidak mendapatkan dukungan signifikan untuk melindungi dan memberdayakan perempuan dan anak," lanjutnya.

Pada RAPBN 2023, KemenPPPA hanya mendapatkan alokasi anggaran Rp 288,4 Miliar. Meskipun jumlah tersebut meningkat Rp 40 Miliar dari tahun 2022, namun anggaran tersebut masih jauh lebih rendah dari anggarannya di tahun 2018 yang sebesar Rp 516,9 Miliar.

HNW meminta KemenPPPA untuk tidak lagi berkilah bahwa minimnya anggaran karena tugasnya hanya koordinasi, sebab KemenPPPA kini juga memiliki sejumlah program teknis yang langsung membantu kelompok rentan.

"Misalnya ada program pelatihan kewirausahaan dan kepemimpinan bagi perempuan, serta penanganan komprehensif bagi anak dengan perlindungan khusus. Ini seharusnya dimasifkan dengan dukungan peningkatan kewenangan dan anggaran yang memadai," ujarnya.

Dengan kondisi tersebut, Hidayat menilai komitmen perlindungan sosial Pemerintah di tahun 2023 via Kemensos dan KemenPPPA justru melemah. Padahal mestinya menguat untuk merealisasikan target program penurunan kemiskinan. Hal itu diperparah dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial yang masih bermasalah, dan munculnya sejumlah gugus data baru seperti data Registrasi Sosial Ekonomi dan data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem yang berpotensi saling tumpang tindih.

"Munculnya proyek data baru seperti Regsosek dan P3KE mengindikasikan ketidakpercayaan pemerintah terhadap data eksisting yakni DTKS. Hal ini berpotensi menyebabkan semakin lemahnya upaya perbaikan data di DTKS, miskoordinasi dan simpang-siur pendataan dan penggunaan data lintas K/L, dan akhirnya penyaluran program perlindungan sosial semakin potensial tidak tepat sasaran. Ujungnya target pengentasan kemiskinan akan makin sulit tercapai karena akumulasi lemahnya komitmen peningkatan perlindungan dan pemberdayaan sosial," pungkasnya.(MPR/bh/sya)



 
   Berita Terkait >
 
 
 
ads1

  Berita Utama
Purbaya Curiga Ada Rp 285,6 T Uang Pemerintah Pusat di Simpanan Berjangka

Kontingen Atlet Senam Israel Tak Diizinkan Masuk ke Indonesia, Ini Penjelasan Menko Yusril

Aliansi Masyarakat Simalungun Tolak Soal Klaim Tanah Adat dan Mendesak Konsistensi Pemerintah

Prabowo di Sidang PBB: Indonesia Siap Kerahkan 20.000 Orang untuk Perdamaian Gaza

 

ads2

  Berita Terkini
 
Ratusan Siswa di Yogakarta Keracunan MBG, Wali Kota Hasto Telepon Kepala BGN

Kepengurusan Partai Ummat Kubu Amien Rais 'Digugat' Para Kader Sendiri

Drama Hukum Tak Berujung, Putusan Final MA Ternyata Dapat Ditambah

KPK Sarankan Mahfud Buat Laporan Dugaan Korupsi Proyek Kereta Cepat

Purbaya Curiga Ada Rp 285,6 T Uang Pemerintah Pusat di Simpanan Berjangka

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2