JAKARTA, Berita HUKUM - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, menilai keputusan Amerika Serikat (AS) terkait status Yerusalem telah membuka kotak pandora konflik. Seperti diketahui, Presiden AS Donald Trump secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
"Dengan cara seperti itu Trump telah mengunci ruang untuk perdamaian juga telah membangkitkan kembali virus permusuhan antara Israel dan Palestina," ucap Haedar ketika ditemui di Kantor PP Muhammadiyah Cik Ditiro, Jakarta pada, Kamis (7/12).
Keputusan Trump tersebut menurut Haedar kian menguatkan kecenderungan ultra-konservatif dalam politik luar negeri AS terhadap Palestina. Dengan perkataan lain, rezim Trump menunjukkan pembelaannya secara terbuka terhadap Israel.
"Padahal kita sudah mengetahui telah 70 tahun konflik Israel dan Palestina belum ada titik temu, namun setidaknya belakangan sudah ada proses mencair, yang mungkin kedepan masing-masing bisa mengakui eksistensinya dan kemudian dapat membangun perdamaian," ucap Haedar.
Untuk meredakan ketegangan di Timur Tengah, lanjut Haedar, PBB perlu turun tangan sehingga memungkinkan kebijakan Trump itu dibatalkan.
"Apakah AS tidak ingin menyaksikan Timut Tengah yang damai dan kondusif? Jika rencana pemindahan Kedubes AS ke Yerusalem itu diwujudkan, maka akan memicu konflik politik baru di kawasan itu (Timur Tengah). Dewan Keamanan PBB mestinya memberikan pandangan agar rencana ugal-ugalan politik seperti itu dibatalkan dan tidak boleh diteruskan," tegas Haedar.(adam/muhammadiyah/bh/sya) |