JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Hakim nonaktif Syarifuddin Umar terancam hukuman seumur hidup. Terdakwa yang merupakan hakim pengawas kepailitan pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, didakwa melakukan tindak pidana korupsi, karena menerima suap Rp 250 juta dari kurator PT Skycamping Indonesia (SCI) Puguh Wirawan.
Demikian dakwaan yang disampaikan JPU Zet Tadung Alo dalam sidang perdana perkara tersebut yang berlangsung di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (20/10). Menurut penuntut umum, uang itu diberikan karena Syarifuddin selaku hakim pengawas memberikan persetujuan perubahan atas aset boedel pailit PT SCI. Aset itu berupa dua bidang tanah dengan SHGB 5512 atas nama PT SCI dan SHGB 7251 atas nama PT Tanata Cempaka Saputra. Aset itu diubah menjadi aset non-boedel pailit tanpa penetapan pengadilan.
"Terdakwa menyetujui penjualan aset boedel pailit dengan mekanisme non boedel pailit, bahwa nanti kalau saksi Puguh mendapatkan fee, maka akan memberikan perhatian kepada terdakwa berupa uang sebesar Rp 250 juta. Pemberian uang ini bertentangan dengan kewajiban hakim pengawas dalam mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit PT SCI," jelas Alo mengutip surat dakwaannya itu.
Dengan diberikannya uang itu, lanjut JPU, kurator Puguh berkeinginan agar saat digelar rapat kreditur terbatas pada 8 Juni 2011 yang dihadiri perwakilan PT BNI Tbk, buruh dan wakil Kantor Pajak, aset tersebut sudah dinyatakan sebagai aset yang layak jual dan tak lagi bermasalah. Padahal patut diduga uang itu ada hubungannya dengan jabatan terdakwa.
Atas perbuatannya itu, terdakwa Syarifuudin dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 12 huruf a, b, c, jo Pasal 6 ayat (2) jo Pasal 5 ayat (2) huruf a jo Pasal 18 ayat (1) huruf a jo Pasal 11 jo Pasal 18 ayat (1) huruf a UU Nomor 31/1999 jo UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Korupsi.
Atas dakwaan tersebut, terdakwa Syariffudin mellaui tim kuasa hukumnya yang dipimpin pengacara Hotma Sitompul menyatakan keberatan. Mereka pun langsung mengajukan nota pembelaan (eksepsi). Dalam eksepsi tersebut, pihak terdakwa membantah seluruh dakwaan JPU dengan menyatakan dakwaan tidak jelas alias sumir.
Setelah menyampaikan eksepsinya tersebut, Hotma langsung mengajukan penangguhan penahanan kepada majelis hakim yang diketuai Gusrizal. Hal ini diajukan demi alasan kemanusiaan dan hukum. "Terdakwa adalah hakim dan barang bukti juga sudah disita. Jadi, tidak perlu ditahan lagi. Kami selaku kuasa hukum siap memberikan jaminan untuk terdakwa," jelas Hotma.
Namun, majelis hakim tidak langsung mengabulkannya. Namun, kata hakim ketua Gusrizal, permintaan itu akan dimusyawarahkan dengan anggota hakim lainnya. “Kami belum dapat mengabulkannya, tapi kami berjanji untuk mempertimbangkannya,” ujarnya.
Sebelum persidangan berlangsung, terdakwa Syarifuddin kepada wartawan sempat mempertanyakan keberadaan uang-uang asing yang ikut disita dari rumahnya dalam penangkapan pada awal Juni 2011 lalu. Alasannya, dalam dakwaan yang dibacakan JPU sama sekali menyinggung uang-uang asing tersebut, kecuali hanya uang Rp 250 juta yang diduga uang suap yang diterima Syarifuddin dari kurator Puguh Wirawan.
Dalam penangkapan itu, tim penyidik juga menyita sejumlah uang dalam rumah hakim Syarifuddin yang berada di kawasan Sunter, Jakarta Utara. Uang tersebut masing-masing 116.128 dolar AS, Rp 142.353, 245.000 dolar Singapura, 12.600 riel Kamboja dan 20.000 bath Thailand. "Apakah nanti saya akan dibebankan pembuktian terbalik, karena uang-uang asing ini belum didakwaan," kata Syarifuddin bertanya.(inc/spr)
|