JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Rapat pembahasa perubahan pasal 7 ayat (6) dalam draf Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara-Perbuahan (RAPBN-P) berlangsung cukup alot. Fraksi opisisi menolak isi pasal yang menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Fraksi Partai Gerindra dan Fraksi Partai Hanura memutuskan keluar alias walkout dari rapat Badan Anggaran (Banggar) DPR RI. Kedua fraksi tidak sepakat dengan pimpinan Banggar DPR yang memutuskan untuk tidak membahas opsi penaikan harga BBM subsidi.
Ketua Banggar DPR Melchias Markus Mekeng menyatakan bahwa rapat akan dilanjutkan untuk pembahasan jumlah subsidi. “Kami sekarang fokus ke jumlah subsidi. Kalau BBM mau naik atau tidak itu urusan pemerintah saja. Tidak perlu dibahas di sini (Banggar DPR-red),” ujarnya.
Namun, sebelum rapat dilanjutkan, Anggota Banggar DPR dari Fraksi Partai Gerindra Fary Djemy Francis tidak setuju jika pembahasan opsi penaikan harga BBM subsidi tidak dilakukan. “Kalau bukan bahas opsi satu dan dua, saya sebagai pimpinan Gerindra memohon maaf, meminta anggota kami untuk keluar rapat,” tegasnya.
Melchias pun menawarkan Fraksi PDIP dan Fraksi Partai Hanura untuk keluar, karena tidak sependapat dengannya. Namun hanya anggota Banggar DPR dari Fraksi Partai Hanura yang mengikuti jejak Fraksi Partai Gerindra. Sedangkan Fraksi PDIP tetap mengikuti rapat tersebut, karena mereka memiliki data yang dapat digunakan untuk mementahkan rencana kenaikan BBM.
Sementar di luar ruang rapat, anggota Banggar DPR asal Fraksi Partai Hanura, Ali Kasella mengatakan, dalam rapat itu hanya opsi pertama saja yang selalu dibahas fraksi mayoritas. Hal inilah yang menyebabkan fraksi oposisi seperti Gerindra dan Hanura memilih keluar dari persidangan.
"Kebijakan pemerintah sangatlah kapitalis, karena hanya mementingan kepentingannya sendiri ketimbang kepentingan rakyat. Atas dasar itu, Fraksi Hanura dan Gerindra memilih walkout dari rapat, karena kami tidak ingin mengkhianati rakyat," ujar Ali.
Menurut dia, jika pemerintah mau, sebenarnya harga BBM bersubsidi tidak perlu dinaikan. Pemerintah bias memotongnya anggaran belanja birokrat untuk menutupi subsidi BBM. “Bayangkan untuk gaji satu orang pegawai birokrat saja, bisa memberi makan sepuluh orang miskin. Terlihat bahwa pemerintah terlihat terlalu boros dalam mengunakan anggaran rakyat,” jelas dia.
Atas dasar ini, partainya menginstruksikan untuk turun kejalan bersama rakyat menolak harga BBM. "Kami sudah menjalankan tugas di parlemen, tetapi karena kalah suara, sehingga tidak berpengaruh apa-apa. Untuk itu saya akan turun kejalan bersama rakyat menyuarakan aspirasi," jelas dia.(bhc/biz)
|