JAKARTA, Berita HUKUM - Dalam peringatan hari buruh internasional yang jatuh pada 1 Mei 2017 ini anggota Komisi IX DPR RI, Okky Asokawati meminta pemerintah untuk memberi kado bagi para buruh dengan merevisi PP nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan.
"Seperti soal penghitungan formulasi upah yang hanya berpijak pada angka pertumbuhan ekonomi dan inflasi oleh BPS. Formula rumus kenaikan upah minimum ini tidak berpijak pada kondisi obyektif di masing-masing wilayah. Akibatnya, kepala daerah sebagai pihak yang memutuskan besaran upah tidak memiki ruang yang leluasa dalam menentukan upah buruh di wilayahnya," katanya kepada edunews.id, Senin (1/5).
Okky juga mendorong kepada kepala daerah untuk membuat terobosan dengan membuat politik kebijakan yang berorientasi kepada keberpihakan kepada buruh. Seperti mendorong pemerintah daerah untuk membuat program ketersediaan perumahan bagi buruh dengan memberikan insentif.
"Komitmen ini penting untuk memastikan keberpihakan pemerintah terhadap kalangan buruh. Momentum sejumlah pilkada di sejumlah daerah harus diwujudkan oleh kepala daerah terpilih untuk mengkonkretkan program kerjanya," jelas Sekretaris Majelis Pakar DPP PPP ini.
Terkait persoalan buruh migran, pihaknya meminta stakeholder seperti kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Luar Negeri, BNP2TKI untuk meningkatkan koordinasinya. Persoalan buruh migran yang muncul hanyalah pengulangan peristiwa. Munculnya persoalan tersebut menunjukkan kurangnya koordinasi antarinstansi.
"Pemerintah semestinya membuat aturan khusus terkait pengangkatan pegawai pengawas tenaga kerja di tengah moratorium rekrutmen PNS. Minimnya jumlah pengawas tenaga kerja memberi dampak yang nyata bagi tenaga kerja kita," ujar Okky.
Seperti di DKI Jakarta, Okky menjelaskan dari 9.000 perusahaan yang ada, hanya 100 pegawai pengawas tenaga kerja. Efek dari minimnya pengawas tenaga kerja akan memberi dampak seperti kurang terpantau persoalan buruh.
"Belum lagi soal polemik keberadaan tenaga kerja asing," ujarnya.(edunewsid/TN/ppp./bh/sya) |