JAKARTA, Berita HUKUM - Acara pembukaan Kongres ke 8 dari Partai Rakyat Demokratik (PRD) dihadiri sekitar seribuan kader, anggota dan simpatisan PRD di Hotel Acacia, di Jl. Kramat Raya No.81 Jakarta Pusat pada, Selasa (24/3). Acara Kongres berlangsung dari tanggal 24 hingga 26 Maret 2015 dengan tema; 'Membangun Indonesia yang Berdaulat, Berdikari dan Berprikebadian (Trisakti) dengan Persatuan Nasional”.
Sidang Kongres ke VIII diikuti oleh 419 peserta yang mewakili dari 25 provinsi dan 80 kota/kabupaten seluruh Indonesia. Acara Kongres pada, Selasa (24/3) pukul 14.00 resmi dibuka oleh Dr. Hariman Siregar yang ditandai dengan pemukulan Gong.
Hariman Siregar tampak didampingi oleh Sekretaris Jenderal Pertama PRD yakni Bimo Petrus, Ketua Umum PRD Agus 'Jabo' Priyono, Sekjend PRD Dominggus Oktabvianus, dan Ketua panitia Kongres, Alif Kamal. Sekitar seribuan peserta yang hadir menyaksikan acara pembukaan kongres ini.
Menurut Hariman Siregar, kondisi Pemerintahan Indonesia dipimpin Jokowi-JK sekarang terbukti makin kacau balau. Jokowi tak bisa lepas dari kepentingan partai pendukungnya. Jadi, di mata rakyat saat ini kalau Jokowi tak nurut, ya tidak didukung partai.
"Jokowi (Presiden) aturannya kan harus didukung partai. Jokowi-JK harusnya menerima bahwa mereka petugas partai. Jokowi-JK belum tentu didukung oleh partai bersangkutan, (kalau dia gak mau nurut atau ikut KIH (Koalisi Indonesia Hebat), dia juga gak didukung sama KIH)," ungkap Hariman Siregar, aktivis 1965 yang hadir di kongres PRD ini, saat diwawancara beberapa wartawan selepas memukul gong pembukaan kongres PRD ke 8.
"Setelah dilantik terjadi "mainmata" dalam segala macam hingga sekarang menjadi kacau balau, dalam tempo 3 bulan, Jokowi terlihat makin plinplan," jelas Hariman lagi.
Keplinplanan ini kata Hariman, nampak dalam permasalahan bangsa yang sudah semakin menggunung tanpa ada solusi konkrit. Jokowi masih terjebak dalam cengkraman partai pengusungnya untuk menjadi Presiden.
"Makanya Jokowi harus diingatkan mengurus pemerintahan Indonesia yang besar ini tak cukup hanya dengan pencitraan, hukuman mati, BBM, pengendalian harga bahan pokok hanya sebatas citra, tidak ada bukti nyata," tandasnya.(bh/mnd) |