JAKARTA, Berita HUKUM - Ketua SETARA Institute, Hendardi mengatakan, penanganan dan upaya pencegahan terhadap paham radikalisme, terorisme dan intoleransi harus diperkuat.
Hal itu diutarakan Hendardi menyusul penangkapan pemimpin dan pengurus Khilafatul Muslimin (KM), Abdul Qodir Hasan Baraja dkk oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya, yang ditengarai sebagai kelompok pengusung aspirasi ideologi yang bertentangan dengan Pancasila.
"Penangkapan pimpinan KM ini menunjukkan bahwa kelompok-kelompok pengusung aspirasi ideologi yang bertentangan dengan Pancasila nyata adanya," ujar Hendardi, dalam keterangan tertulisnya kepada Berita HUKUM, Rabu (15/6).
Hendardi meyakini, kelompok semacam ini akan terus tumbuh seiring dengan kinerja pemerintah dalam mempromosikan dan menerapkan ideologi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, juga kinerja penanganan intoleransi, radikalisme dan terorisme.
Ia pun lantas mengingatkan agar kinerja sejumlah lembaga negara dalam upaya penanganan dan pencegahan paham-paham yang bertentangan dengan ideologi negara Indonesia lebih optimal.
"Jika kinerja badan-badan yang ditujukan untuk membudayakan Pancasila, semacam Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) hanya berkutat pada seremoni dan agitasi, maka sulit bagi masyarakat untuk menerima Pancasila sebagai ideologi terbuka yang bisa menjadi spirit mencapai tujuan bernegara, khususnya membangun kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan melindungi setiap bangsa," beber Hendardi.
"Demikian juga jika kinerja Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) semakin kehilangan fokus, maka kerja deradikalisasi hanya menjadi rutinitas ritual BNPT yang tidak menyentuh aspek hulu dari terorisme," lugasnya.
Terkait langkah dan penegakan hukum yang diambil oleh pihak Kepolisian dalam penanganan kelompok Khilafatul Muslimin, menurut Hendardi sudah tepat dan terukur. Ia pun mengapresiasi langkah itu sebagai pencegahan awal.
"Langkah Kepolisian dengan menggunakan delik-delik pidana di luar kerangka UU Terorisme, secara normatif lebih tepat dibandingkan dengan menggunakan UU Terorisme, karena kelompok KM ini sesungguhnya tidak atau belum melakukan tindak pidana terorisme kecuali mempromosikan ideologi yang berbeda. Penindakan terbatas yang menjerat pimpinan KM juga dinilai tepat, karena pimpinan dan pengurus telah secara nyata mengusahakan gagasan KM itu terwujud," ungkap Hendardi.
"Apa yang dilakukan oleh Polri melalui Polda Metro Jaya adalah bagian dari pencegahan intoleransi yang tepat yang selama ini seringkali dibiarkan hingga kelompok-kelompok tertentu mewujud menjadi tindakan radikalisme kekerasan dan terorisme. Pencegahan di hulu, yakni menangani intoleransi adalah salah satu cara menangani persoalan terorisme," pungkasnya.
Meskipun demikian, tambah Hendardi, penanganan non hukum, dalam arti pekerjaan pencegahan dengan berbagai pendekatan harus menjadi prioritas berbagai badan-badan negara dan juga aparat hukum.
"Pencegahan dan penanganan intoleransi harus diperkuat dan menjadi yang utama," tandasnya.(bh/amp) |