JAKARTA, Berita HUKUM - Aksi Reuni Akbar 212 saat ini siap berlangsung di Monas, Jakarta Pusat. PP Muhammadiyah menilai aksi ini sebagai hak konsititusi warga negara Indonesia, tapi ada catatan yang harus diperhatikan. Apa?
"Aksi 212 ini tidak bisa dilarang karena ini bagian dari hak konstitusional warga negara. Di UUD 45 menyebut setiap warga negara berhak untuk menyampaikan pendapat, baik lisan atau secara tulisan," kata Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti.
Hal ini disampaikan Mu'ti usai menghadiri Resepsi dan Pengajian Milad Muhammadiyah 109 H/106 M 'Taawun untuk Negeri' Pimpinan Daerah Muhammadiyah di Pendapa Pemkab Kudus, Sabtu (1/12) malam.
"Tetapi karena kita negara hukum, tentu setiap hal yang dilakukan itu harus sesuai hukum yang berlaku di Indonesia," lanjutnya.
Maka selama aksi berlangsung, saran Mu'ti, hendaknya menjaga ketertiban, akhlakul karimah, dan tidak melakukan kekerasan. Baik fisik atau secara verbal.
Dia juga meminta ada nilai saling bertoleransi antara mereka yang ikut aksi dan mereka yang tidak ikut aksi.
Dia menjelaskan singkat pula soal tema acara di Kudus, bahwa Taawun adalah tema yang jadi slogan Muhammadiyah pada tahun ini.
Dia menilai, menyampaikan pendapat itu harus mengikuti aturan UU, dan harus koordinasi dengan aparatur keamanan. Pihaknya juga berharap aksi tidak menjadi aksi politik tetapi murni aksi moral untuk membawa bangsa ini kepada perbaikan.
Tujuannya membangkitkn semangat di kalangan warga untuk berkomiten lagi memberikan kontribusi. Yaitu melibatkan semua elemen msyarakat untuk kerja sama membangun masyarakt dan bangsa. Terutama bersatu membantu mereka yang kena musibah bencana alam.
"Dengan tema Taawun untuk Negeri ini, satu sama lain bisa melihat Indonesia sebagai satu kesatuan," pungkasnya.
(sip/detik/bh/sya)
|