JAKARTA, Berita HUKUM - Usai Musyawarah Nasional (Munas) ke-10, pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) diisi oleh nama-nama baru. beberapa pengurus lama yang tak masuk adalah Din Syamsuddin dan Tengku Zulkarnain, Bachtiar Nasir dan Yusuf Martak, dan Zaitun Rasmin, tak lagi ada dalam kepengurusan MUI yang baru.
Ada beberapa alasan tak masuknya nama sejumlah tokoh kritis itu. Salah satunya diduga karena mendukung aksi 212. Terkait hal itu, Din Syamsuddin Ketua Dewan Pertimbangan (Wantim) Majelis Ulama Indonesia (MUI) 2015-2020 angkat bicara.
Menurut Din, adanya anggapan dirinya tidak masuk kepengurusan MUI karena bersikap kritis atau mendukung aksi 212, adalah penilaian yang keliru.
"Berita demikian keliru, mengandung insinuasi dan persepsi negatif. Tidak masuknya sejumlah tokoh ke dalam kepengurusan MUI tidaklah serta merta karena mereka kritis dan pendukung Gerakan 212. Kalau demikian, nanti bisa dipersepsikan yang masuk dalam kepengurusan MUI adalah ulama tidak kritis atau pro pemerintah," kata Din, kepada wartawan, Jumat (27/11).
Din menegaskan, namanya tak masuk dalam kepengurusan MUI karena dia yang tak menginginkannya. Karena Din merasa sudah terlalu lama terlibat di MUI, sudah selama 25 tahun, yaitu sejak 1995. Sebagai sekretaris hingga kepengurusan 2015-2020 sebagai ketua Dewan Pertimbangan.
"Saya pribadi tidak terlibat pada gerakan 212. Dan saya tidak masuk dalam kepengurusan baru adalah karena saya tidak bersedia. Sebelum Munas MUI, saya sudah sampaikan di dalam Rapat Pleno terakhir Dewan Pertimbangan MUI pada 18 November 2020 bahwa saya ingin berhenti dari keaktifan MUI," ujar Din.
Dalam kaitan ini, Din juga meminta maaf kepada segenap anggota Wantim MUI yang mendukung agar dirinya tetap memimpin Wantim MUI.
Din juga menjelaskan alasannya tidak menghadiri Munas MUI dan mewakilkan kepada Wakil Ketua Wantim MUI Didin Hafiduddin untuk memberi sambutan dan menjadi formatur.
Sebenarnya ada alasan, yaitu saya mendengar dan mengetahui ada pihak yang ingin menjadi ketua Wantim MUI, dan pengurus MUI. Saya berhusnuzhon mereka ingin berkhidmat di MUI, maka sebaiknya diberi kesempatan. Biarlah umat yang menilai dan Allah SWT yang mengganjari," ujar Din.
Bagi seorang pejuang, lanjut Din, khususnya pejuang Islam, perjuangan dan pengabdian untuk umat dan bangsa tidaklah terbatas dilakukan hanya dalam satu lingkaran organisasi seperti MUI. Tetapi bisa dilakukan pada berbagai lingkaran keaktifan.
"Jadi tidak masuk dalam kepengurusan suatu organisasi jangan dianggap sebagai masalah besar, begitu pula masuk dalam kepengurusan bukanlah hal istimewa," ujarnya.
Menanggapi sikap Din Syamsuddin, Wakil Ketua Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyan, Nadjamuddin Ramly, mengatakan bila mantan ketua umum PP Muhammadiyah itu memang sudah merasa pengabdiannya sudah selesai di MUI. Apalagi Din Syamsuddin pun mengetahui bila Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin ingin sekali menjadi Ketua Dewan Pertimbangan MUI.
''Seperti Pak Din sungkan. Untuk itu dia mempersilahkan bila ada yang ingin sekali mengabdi di MUI. Pak Din tak ingin jadi penghalang,'' kata Nadjamudin Ramly.
Menurut Nadjamuddin, memang bila melihat prinsip MUI sebagai rumah besar umat Islam, maka kepengurusan Dewan Pimpinan MI 2020-2025 kurang mencerminkan hal tersebut. Ini karena sebagian besar kepengurusan didominasi olah salah satu Ormas Islam tertentu.
''Saya prihatin bila ada ormas Islam lain yang terpinggirkan. Mereka memang bukan ormas Islam yang bermassa besar. Seolah mereka tak dianggap penting lagi,'' katanya.
Sementara, Ustadz Tengku Zulkarnain diketahui juga tak masuk dalam kepengurusan Majelis Ulama Indonesia (MUI) periode 2020-2025 di bawah pimpinan KH Miftachul Akhyar.
Tengku Zul mengatakan, selepas tidak jadi pengurus MUI, dirinya bisa lebih fokus pada kegiatan lain, seperti berdakwah hingga mengurus pesantrennya.
"Saya bisa konsentrasi ke yang lainlah, ngurus pesantren saya dan lain-lain, terus dakwah lagi dengan jemaah tablig, bisa keliling dunia. Ini kan suatu kegembiraan besar juga bagi saya," ujar Tengku Zulkarnain.
Menyikapi hal tersebut, Tengku Zulkarnain mengatakan,"MUI tidak akan membuat saya berhenti berdakwah."
Menurut Tengku Zul, dirinya sudah 22 tahun lamanya mengabdi di MUI. Sehingga, menurut dia, wajar bila harus ada regenerasi organisasi guna memberikan kesempatan kepada para ulama muda untuk mengabdi di sana.
"Oh biasa itu (tidak masuk kepengurusan MUI). Saya ini sudah 22 tahun di MUI, wajarlah kalau ada regenerasi masuk yang muda-muda. Itu biasa yang muda-muda (masuk), baguslah," ujar dia.
Ustadz Tengku Zul pada Jumat (27/11) di media sosial twitter @ustadtengkuzul mentweet, "Kami mengucapkan selamat kepada pengurus MUI priode tahun 2020-2025 semoga MUI ke depan semakin baik dan jaya. Tetap kritis terhadap kebijaksanaan Pemerintah yg dinilai kurang pro rakyat dan umat. Selamat bekerja dan semakin sukses. Amin... (Tengku Zulkarnain)," tulisnya.
Untuk diketahui juga, Tokoh-tokoh yang dikenal berafiliasi dengan PA 212 juga tak lagi menjadi pengurus MUI 2020-2025. Bachtiar Nasir, yang duduk sebagai Wakil Sekretaris Dewan Pertimbangan MUI, tak mendapat posisi baru di kepengurusan teranyar.
Bachtiar Nasir dan Wasekjen MUI KH Zaitun Rasmin yang juga aktif memimpin GNPF MUI ketika kasus penodaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok tengah panas-panasnya. Ada juga Ketua GNPF Ulama Yusuf Martak, yang tak diikutsertakan di kepengurusan MUI yang baru. Yusuf Martak menjabat bendahara di kepengurusan MUI yang lama.
Sebagaimana diketahui, Musyawarah Nasional (Munas) X Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan KH Miftachul Akhyar, Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, sebagai Ketua Umum MUI periode 2020-2025 menggantikan Prof KH Ma'ruf Amin.
Di posisi Sekretaris Jenderal Munas menetapkan Dr Amirsyah Tambunan. Sedangkan Ketua Dewan Pertimbangan, Prof KH Ma'ruf Amin. Munas juga menetapkan sejumlah nama untuk menduduki posisi wakil ketua umum yaitu Buya Anwar Abbas, KH Marsyudi Suhud, dan Buya Basri Bermanda. Pemilihan tersebut melalui rapat tertutup 17 tim formatur dengan mengikuti protokol kesehatan dan menjalani rapid test.
"Suasananya sangat cair, tidak alot, sehingga alhamdulillah pertemuan hasilkan keputusan Dewan Pengurus Harian dan Dewan Pertimbangan. Hasilnya tidak boleh diganggu gugat," kata Kiai Ma'ruf yang didaulat sebagai ketua tim formatur, di arena Munas X MUI, Jakarta, Jumat (27/11).
Ketujuh belas tim formatur tersebut yaitu Prof Dr KH Ma'ruf Amin (unsur ketua umum), Dr Anwar Abbas (unsur sekjen), Prof Didin Hafidhuddin (unsur wantim), KH Bambang Maryono (unsur MUI Kepri), Dr KH Khaeruddin Tahmid (unsur MUI Lampung), KH Rahmat Syafei (unsur MUI Jawa Barat), KH Maman Supratman (unsur MUI Bali), Khairil Anwar (unsur MUI Kalteng), Drs KH Ryhamadi (unsur MUI Sultra), Dr Abdullah Latuapo (unsur MUI Maluku) KH Masduki Baidhlowi (unsur NU), Dr Amirsyah Tambunan (unsur Muhammadiyah), Buya Basri Barmanda (unsur Perti), KH Amad Sodikun (unsur Syarikat Islam), Dr Jeje Zainuddin (unsur Persatuan Islam), Prof Amany Lubis (unsur perguruan tinggi), KH Abdul Gofar Rozin (unsur pesantren).
Selain menetapkan formasi kepengurusan baru, Munas X MUI menghasilkan sejumlah keputusan antara lain di bidang fatwa, Munas memutuskan empat fatwa soal haji dan satu fatwa soal human deploit cell. Sementara itu untuk rekomendasi, Munas X MUI mengeluarkan Taujihat Jakarta merespons berbagai problematika dan dinamika mutakhir di tingkat nasional dan internasional.(dbs/pikiran-rakyat/wartaekonomi/detik/ihram/bh/sya) |