JAKARTA (BeritaHUKUM.com) - Direktur Eksekutif Lingkar Masyarakat Madani (LIMA), Ray Rangkuti menyatakan, Proses Pemilukada DKI Jakarta hampir sama dengan Pemilukada yang terjadi daerah lain. Model kampanye yang digunakan pun tidak berbeda jauh.
Tetapi, masalah DPT hingga saat ini belum tuntas dibereskan. Belum lagi adanya dugaan politisasi birokrasi yang digunakan calon incumbent untuk meraih kemenangan. Kendati demikian, banyak hal yang dapat diapresiasi pada pelaksanaan kampanye Pemilukada DKI Jakarta kali ini.
"Seperti model kampanye dengan menggunakan panggung dan musik dangdut sudah banyak berkurang," jelas Ray saat menjadi pembicara pada acara diskusi yang digelar di resto Dapur selera, Jakarta, Minggu (8/7).
"Kampanye dengan mendatangi langsung lokasi tempat tinggal warga untuk memaparkan program-program justru semakin banyak dilakukan," imbuhnya.
Selain dua hal tadi, Ray mengungkapkan acara debat-debat yang di adakan secara swadaya justru semakin memberikan kesempatan kepada para calon untuk menunjukkan keseriusan mereka dalam membangun Jakarta.
Acara debat, kata Ray, tidak terbatas hanya pada yang diadakan KPUD saja. "Substansi kampanye yang sekarang sudah lebih baik. Kandidat memaparkan program-program yang sudah bisa diukur dan dijelaskan secara teknis dan detail," urai Ray.
Tidak hanya hal-hal yang bisa diapresiasi, berbagai hal yang menjadi potensi kecurangan juga harus di selesaikan. "Politisasi birokrasi jelas digunakan calon incumbent. Struktur pemerintahan dari level terbawah di gunakan untuk melancarkan aksi-aksi untuk meraih kemenangan," ucap Abdullah dari ICW.
Hal itu dapat ditunjukkan dengan naiknya anggaran untuk iklan dari Pemerintah Provinsi DKI dari mulai Rp 8 miliar pada 2011, naik menjadi Rp 27 miliar pada 2012.
Hal itu membuat netralitas PNS diragukan. Aset-aset dan berbagai program kerja DKI Jakarta digunakan dalam kegiatan-kegiatan calon incumbent. "Jika pelanggaran yang terjadi didiamkan kualitas dan integritas Pemilu Kada menjadi diragukan," kata Abdullah.(Bhc/biz) |