SAMARINDA, Berita HUKUM - Jurusita Pengadilan Negeri (PN) Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim) pada, Senin (19/5) melakukan eksekusi lahan dan rumah tempat tinggal warga Rt 13, di Jalan Pangeran Diponegoro, Gang Musyawarah, Kelurahan Pelabuhan, Kecamatan Samarinda Kota, yang akhirnya dilakukan walaupun pemilik rumah dengan ratusan warga yang sejak pagi hari memblokade jalan masuk gang untuk mempertahankan rumah mereka. Jeritan histeris isak tangis warga pun pecah melihat eksavator merebohkan rumah tempat tinggal mereka.
Walaupun isak tangis warga yang umumnya para ibu-ibu dan anak-anak mereka melihat rumah tempat tinggal mereka dari 7 buah rumah yang berada diatas sekitar 1 hektar lebih diporakporandakan oleh alat berat, yang dijaga ketat aparat kepolisian, mereka tak berdaya dan hanya pasrah. Seorang ibu tua yang dalam keadaan sakit melihat rumahnya dirobohkan, akhirnya dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan.
Ketua RT 13 Maria Ulfa, mengatakan walaupun sudah 3 kali oleh pihak eksekutor PN memberikan amaning, namun pihak kami meminta penundaan dan sebenarnya sudah melakukan upaya Peninjauan Kembali (PK) dan permohonan penangguhan eksekusi melalui Pengacara Efendi Mangunson, ujar Maria.
"Tapi melalui pengacara ini juga nggak jelas, bunyinya apa. Apakah kami tidak jadi di eksekusi karena penundaan atau tidak, itu tidak jelas. Yang jelas disampaikan ini pasti akan dieksekusi," ujar Maria.
Maria juga mengatakan bahwa, upaya PK yang diajukan tidak ada atau tidak diterima, belum lama ini diajukan. Setelah di cek ke Mahkamah Agung (MA) permohonan PK tersebut memang disebut belum masuk, sementara tanda terima sudah ada, pada bulan (Maret) kita masukkan.
"Kita juga sudah adukan ke Badan Pengawas, juga kita sudah ke KY (Komisi Yudisial) tentang pelanggaran kode etik hakim, Ketua Pengadilan Negeri, jugu sudah kami sampaikan ke Ombudsman RI dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena kami nilai ada kejanggalan dalam putusan yang sudah ada," tegas Maria.
Sementara adik Maria, Tri Indarwati, mengatakan eksekusi Ini merupakan tindakan semena-mena. Masih proses PK di Mahkamah Agung, kenapa ada eksekusi paksa. Seharusnya kami diberikan kesempatan membongkar sendiri rumah yang sudah kami tinggali bertahun-tahun, ujar Tri Indrawati.
"Proses PK masih di MK, kenapa dieksekusi paksa, seharusnya kami diberi kesempatan untuk bongkar sendiri," tegas Tri.
Akibat pembongkaran paksa ini sedikitnya 7 Kepala Keliarga (KK) sekitar 100 jiwa harus kehilangan tempat tinggal.
Sementara Panitera PN Samarinda Marten Teni Pietersz, dikonfirmasi pewarta dilokasi eksekusi mengatakan, ada 7 bangunan rumah yang dieksekusi di atas lahan seluas 11.000 meter persegi. Meski telah diberikan 2 kali amaning dan kesempatan untuk membongkar sendiri bangunan mereka, namun warga tetap menolak, tegas Marten.
"Adanya peringatan (amaning) namun mereka tetap menolak dengan pengajuan PK, toleransi yang kami berikan sudah cukup," tegas Marten.(bhc/gaj) |