Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Gaya Hidup    
Konser Musik
JHF Mengasingkan Tradisi Lokal di Negeri Asing
Tuesday 08 May 2012 01:45:12
 

Konser JHF Mengasingkan Tradisi Lokal di Negeri Asing (Foto: BeritaHUKUM.com/frd))
 
JAKARTA (BeritaHUKUM.com) - Serat Centini bagi sebagian kalangan hanya sebuah “alkitab seks” yang digunakan untuk referensi penikmatan seks. Tapi tidak bagi Jogja Hiphop Foundation (JHF). JHF terbilang sukses menyelenggarakan konser tunggalnya di Taman Ismail Marzuki (TIM) pada 27 dan 28 April lalu.

Grup pelantun musik asing yang dipadukan dengan lirik Jawa itu terbilang berani dan unik. Di tengah-tengah arus budaya pop, mereka mampu menghadirkan penonton yang terbilang padat. Ada sekitar lima ribuan penonton dengan harga tiket 100 ribu, 200 ribu, dan tiga ratus ribu. Konser itu diadakan selama dua hari. Unik karena gaya khas mereka, perpaduan musik antara gaya hiphop dengan aransemen musik lokal gamelan, serta liriknya yang lebih banyak diambil dari naskah-naskah Jawa.

Konser grup yang pernah konser di New York itu dihadri oleh bintang tamu ternama. Di antaranya Saykoji, Iwa K, Soimah, dan Butet Karterejasa. Content konser pun bukan sekadar konser, sebab menghadirkan secuil pertunjukan wayang di tengah-tengah pertunjukan musik. Wayang disajikan dengan gaya modern, melalui perpaduan wayang tradisional dengan visualisasi serta musik techno. Meski begitu, para pemusik yang masih gemar nongkrong di angkringan tersebut mengakui bahwa mereka ingin lebih menonjolkan warna lokalitasnya.

“Kami anak hiphop seperti biasanya, tapi kami memijakkan satu kaki di tanah tradisi,” ujar Zuki, salah satu anggota JHF, dari lima orang keseluruhannya.
Bahkan, selain mengangkat tradisi-tradisi lokal, JHF juga ingin mengingatkan realitas sosial bagi pendengar musiknya. Liriknya mengungkap realitas sosial.

Pikiran ngelamunmikir gendakane/Pancen kadung rusak negarane/Mula aja gumun nek rakyate kere Artinya, kira-kira, Pikiran melamun memikirkan karena gundik/Memang terlanjur rusak negaranya/Makanya tak usah heran kalau negaranya jadi miskin. Itulah sekelumit lirik kritik sosial yang dilakukan JHF.

Para awak musik yang berasal dari Yogya itu pun menuturkan akan konser di luar negeri, sebagai kesertaan mereka mengeksiskan tradisi Jawa di mata dunia. Melalui konser ke luar negeri, JHF ingin mengasingkan tradisi lokal di negeri asing, bukan mengasingkan tradisi lokal di negeri sendiri.(bhc/frd)



 
   Berita Terkait >
 
 
 
ads1

  Berita Utama
Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

Istana Dukung Kejagung Bersih-bersih di Pertamina: Akan Ada Kekagetan

Megawati Soekarnoputri: Kepala Daerah dari PDI Perjuangan Tunda Dulu Retreat di Magelang

Usai Resmi Ditahan, Hasto Minta KPK Periksa Keluarga Jokowi

 

ads2

  Berita Terkini
 
BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

10 Ribu Buruh Sritex Kena PHK, Mintarsih Ungkap Mental Masyarakat Terguncang

Anak 'Crazy Rich' Alam Sutera Pelaku Penganiayaan, Sudah Tersangka Tapi Belum Ditahan

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2