JAKARTA, Berita HUKUM - Sejak awal berdiri, Muhammadiyah diletakkan Kiai Ahmad Dahlan pada jalur inklusif dan moderat. Sekretaris LHKP Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Rohim Ghazali bahkan menyebut moderasi adalah tema klasik dalam kronologi perjalanan sejarah Muhammadiyah.
"Di Muhammadiyah itu tema moderasi sangat klasik sekali. Tetapi kenapa tema ini selalu kita munculkan? Karena tantangan moderasi Islam itu makin ke sini bukan makin ringan, makin ke sini malah makin berat," tuturnya dalam diskusi dan peluncuran Jurnal MAARIF Jurnal MAARIF Edisi ke-37, Minggu (5/9) lalu.
Identitas ini menurutnya perlu terus digaungkan agar generasi muda Persyarikatan tetap menjaga wajah Islam rahmatan lil alamin sesuai dengan watak dan kultur kebhinekaan di Indonesia.
"Kita lihat sejarah panjang perjalanan Muhammadiyah pada awal-awal berdiri justru berada pada jalur yang sungguh-sungguh moderat dan sangat inklusif. Tetapi kenapa kemudian belakangan ada kecenderungan atau ada fenomena yang mencoba untuk membawa Muhammadiyah ke ranah yang agak ke kanan," ingatnya.
Abdul Rohim lalu mengingatkan agar anggota Persyarikatan menjaga jarak dengan antusiasme politik praktis sebagaimana asas Islam di dalam AD/ARTI Muhammadiyah. Semangat politik praktis dianggapnya menggerus jiwa moderasi Muhammadiyah.
"Saya kira tantangan salah satu faktor yang membuat Islam menjadi tidak moderat adalah karena tarikan kepentingan politik. Kita tahu bahwa sejak kapan misalnya AD/ART mencantumkan asas Islam. Pada masa Kiai Dahlan sebetulnya tidak ada asas Islam. Kenapa? Karena Kiai Dahlan memahami Islam secara komprehensif sebagai bagian dari kemanusiaan yang terefleksi dalam realitas historis. Jadi tanpa harus menegaskan Muhammadiyah berasaskan Islam, Kiai Dahlan mencoba mengaktualisasikan Muhammadiyah sebagai bagian dari kehidupan Keislaman yang menyejarah," ungkap Ghazali.
Asas Islam Muhammadiyah menurutnya ditulis agar menghindarkan Muhammadiyah dari kejadian yang sama pasca perumusan Pancasila dan UUD 1945, yakni perebutan wacana antara Islam dan Negara.
"Nah di sana mulai ada tarikan-tarikan politik dan sampai sekarang masih berlangsung yang membuat kita memahami agama didasarkan pada norma-norma yang ditarik dalam kepentingan parsial, kepentingan umat Islam. Padahal dalam Alquran sendiri Islam adalah rahmatan lil alamin, memberikan rahmat pada seluruh orang tanpa membeda-bedakan dan tanpa menafikan satu sama lain," imbuhnya.
"Tantangan kita banyak dan kita generasi muda punya kewajiban untuk tetap konsisten menjalankan roda Muhammadiyah ini pada garis yang proporsional, garis moderasi Islam sebagaimana yang diperjuangkan oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan," pungkas Ghazali.(muhammadiyah/bh/sya) |