JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Penuntut umum meminta Mahkamah Agung (MA) untuk menolak peninjauan kembali (PK) perkara pembunuhan Dirut PT Putra Rajawali Banjaran (PRB) Nasruddin Zulkarnaen yang diajukan terpidana Antasari Azhar.
Tiga bukti baru (novum) yang diajukan Antasari itu, sudah pernah dihadirkan dalam persidangan sehingga tidak tepat dijadikan novum. "Berdasarkan uraian novum maka alasan PK adalah tidak tepat karena tidak sesuai dengan ketentuan pasal 263 KUHAP,"kata JPU Indra Widayanto dalam kontra memori PK yang dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (13/9).
Sebelumnya, Antasari mengajukan novum berupa 28 lembar foto Nasrudin sebelum dan sesudah dilakukan otopsi oleh Dr. Abdul Mun’im Idries, serta foto mobil milik Nasrudin yang menunjukkan bekas tembakan pada kaca mobil secara vertikal. Hal ini untuk memperkuat PK yang diajukannya itu.
Menurut Indra, novum itu sudah pernah ditunjukkan dalam persidangan berupa dua lembar surat hasil otopsi tubuh Nasrudin. Novum ketiga berupa hasil penyadapan KPK terhadap nomor ponsel yang digunakan Nasrudin dan Antasari pada 6 Januari hingga 4 Februari 2009 lalu.
Dijelaskan, hasil sadapan itu menyatakan, ponsel Antasari tidak pernah mengirim pesan ke Nasrudin sehingga membantah keterangan saksi Rani Juliani, Jeffrey Lumampow dan Etza Imelda Fitri yang pernah membaca SMS itu. Pesan itu berbunyi, “Maaf mas, masalah ini cukup kita berdua saja yang tahu, kalau sampai ter-blow up, tahu konsekuensinya.”
Menurut jaksa Eri Satriana, keterangan ketiga saksi itu dibawah sumpah dan putusan hakim mulai dari PN Jakarta Selatan dan PT DKI Jakarta menguatkan keterangan mereka. Atas dasar ini, MA pun diminta mempertimbangkan lebih lanjut PK Antasari yang novumnya pernah diajukan dalam sidang sebelumnya.
Tidak Sependapat
Setelah mendengar pembacaan itu, Antasari menyampaikan tanggapannya. Pihaknya tidak sependapat dengan jaksa, tapi nanti dalam sidang pembuktian akan kami sampaikan sekaligus dalam tanggapan kontra memori PK. Antasari meminta persetujuan majelis hakim untuk menghadirkan saksi dari paramedis RS Mayapada dan dokter RS Gatot Subroto yang menangani Nasruddin.
Menurut Antasari, saksi itu dimintai keterangan soal penanganan Nasrudin dan siapa yang menyimpan pakaian Nasrudin. "Tindakan medis yang dilakukan kepada korban Nasrudin berupa pencukuran rambut dan dijahit apakah sesuai?"kata Antasari.
Kemudian Antasari meminta majelis hakim memanggil Ina Susanti, petugas KPK yang melakukan penyadapan] untuk mengetahui proses yang dilakukannya. Begitu pula dengan tim JPU yang menyidangkannya, Cirus Sinaga, Fadil Regan, Marolop Pandiangan dan lainnya. "Ini semua untuk menjadikan kasus ini kembali terang dan jelas," tandasnya.
Tidak hanya itu, Antasari juga meminta agar tim JPU selaku termohon atau pun majelis hakim bisa menunjukkan surat izin dari Jaksa Agung perihal proses penyidikan yang sudah dia alami. Antasari beralasan saat dia ditetapkan sebagai tersangka, statusnya masih sebagai jaksa aktif yang tengah menjabat sebagai ketua KPK. "Hingga saat ini saya belum pernah melihat surat izin tersebut. Jangan sampai penyidikan saya illegal," tutupnya.
Jaksa Indra tidak keberatan dengan permintaan Antasari untuk menghadirkan pihak Paramedis dan dokter yang menangani Nasrudin. Sedangkan untuk menghadirkan saksi Ina dan Jaksa Penuntut yang menangani kasus Antasari, Indra menyerahkan sepenuhnya pada kewenangan hakim.
Ketua Majelis Hakim Aminal Umam memutuskan untuk melakukan pemeriksaan novum pada sidang yang dilakukan Kamis (22/9) pekan depan. "Untuk paramedis dan dokter, karena datanya tidak ada kami musyawarah terlebih dahulu," kata Aminal.(bsc/biz)
|