JAKARTA, Berita HUKUM - Baru-baru ini kerajaan Inggris lewat Ratu Elizabeth II memberikan gelar kesatria kepada Presiden SBY saat berkunjung ke Inggris beberapa waktu lalu. Pada kunjungan itu Indonesia menyepakati investasi perusahaan migas Inggris yaitu British Petroleum (BP) untuk menggarap gas Tangguh di Papua Barat.
Menteri ESDM Jero Wacik menegaskan, pemberian gelar kesatria bernama 'Knight Grand Cross in the Order of Bath' ke SBY ini tidak terkait dengan proyek gas cair (LNG) Tangguh.
"Pemberian gelar yang diberikan ratu Inggris sama sekali tidak terkait dengan proyek Tangguh, pemberian gelar Knight Grand Cross karena prestasi yang menonjol di bidang ekonomi menurut penilaian Pemerintah Inggris," tegas Jero dikutip dari situs Kementerian ESDM, Selasa (6/11).
Jero mengatakan, gelar ksatria ini diberikan ke SBY karena prestasi SBY dalam memajukan ekonomi Indonesia, demokrasi dan kebebasan pers yang makin baik di Indonesia di mata Pemerintah Kerajaan Inggris dinilai baik.
"Demokrasi yang sudah dibangun di Indonesia sudah dianggap baik, walaupun kita juga belum puas dengan demokrasi kita namun sudah dianggap makin baik dan matang," cetus Jero.
"Peran internasional Indonesia dalam mencegah perubahan iklim juga menjadi salah satu alasan pemberian gelar tersebut," imbuh Jero.
Penghargaan Knight Grand Cross in the Order of Bath ini diberikan Kerajaan Inggris kepada mereka yang memiliki prestasi menonjol, baik dari kalangan militer maupun masyarakat sipil. Pemerintah Kerajaan Inggris memberikan gelar sejenis sebelumnya kepada beberapa pemimpin dunia yaitu, Mantan Presiden Amerika, Ronald Reagan, Mantan Presiden Prancis, Jacques Chirac, Mantan Presiden Turki, Abdullah Gul.
Dalam kunjungan ke Inggris kemarin, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) menyetujui investasi lanjutan perusahaan migas asal Inggris yaitu BP senilai US$ 12 miliar (7,5 miliar poundsterling) atau Rp 108 triliun untuk menggarap gas di Papua lewat Blok Tangguh.
Investasi Rp 108 triliun tersebut adalah untuk pembangunan fasilitas ketiga LNG liquefaction train (Train 3) guna menggarap ladang gas di Papua Barat.(dtk/bhc/opn) |