JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Rencana penolakan delapan nama capim KPK, menunjukan sikap arogan DPR. Perilaku tersebut kontraproduktif terhadap upaya pemberantasan korupsi. “jangan berdebat yang tak substansi,” kata anggota Koalisi Pemantau Peradilan yang juga peneliti ICW Tama S Langkun dalam konferensi pers di kantor TII, Jakarta, Kamis (8/9).
Menurutnya, perdebatan dan pernyataan-pernyataan yang terlontar dari mulut beberapa anggota DPR mengenai jumlah calon pimpinan KPK yang harus diserahkan ke parlemen merupakan sikap yang pelecehan terhadap UU.
"Kami sudah mencatat anggota DPR yang kontraproduktif dengan pemberantasan korupsi. Kita tidak akan segan-segan melaporkan hal ini ke BK (badan kehormatan) dan partainya masing-masing," kata Tama.
Ia berpendapat, sikap yang ditunjukkan oleh beberapa politisi lewat pernyataannya, merupakan arogansi para wakil rakyat terhadap putusan pansel KPK. "Semakin cepat pimpinan KPK dipilih, semakin sempit ruang negosiasi," ujarnya.
Berdasarkan UU no 30 tahun 2002 tentang KPK dan Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 5/PUU-IX/2011 tanggal 20 Juni 2011, DPR wajib memilih 8 calon yang diajukan oleh Presiden tersebut untuk kemudian menetapkan 4 pimpinan KPK terpilih. Namun, rencana penolakan delapan nama dan meminta 10 nama capim oleh DPR menguak.
Sementara peneliti ICW Febri Diansyah mengatakan, diperlukannya konteks pengawasan yang jelas dalam menafsirkan UU. "Diperlukan konteks pengawasan agar DPR tidak arogan dalam menafsirkan UU," katanya.
Sedangkan anggota Koalisi Pemantau Peradilan Taufk Basari mengatakan, Komisi III DPR telah menyandera KPK. Pasalnya, wakil rakyat tersebut dinilai mengulur-ulur waktu untuk memilih pimpinan KPK yang baru. "DPR telah mempertontonkan pembangkangan hukum. Padahal maksud pemilihan ini di DPR seyogyanya sebagai representasi publik untuk memilih jabatan (KPK)," kata dia.
Menurut Taufik, lembaga antikorupsi tersebut kini telah tersandera dari permainan politik di parlemen. "Tapi ini menjadi bahan untuk permainan politik. Ini politik yang tidak sehat," kata Taufik.(mic/spr)
|