JAKARTA, Berita HUKUM - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang uji materiil Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS). Sidang perkara Nomor 72/PUU-XVII/2019 yang dipimpin oleh Wakil Ketua MK Aswanto dengan didampingi Hakim Konstitusi Arief Hidayat dan Manahan M.P. Sitompul ini digelar pada Selasa (3/12) lalu di Ruang Sidang Pleno MK.
Dalam sidang kedua ini, para pensiunan dan PNS aktif melalui Andi Muhammad Asrun selaku kuasa hukum menyebutkan beberapa perbaikan permohonan di antaranya penambahan Pemohon dan kedudukan hukum serta kerugian konstitusional para Pemohon dengan keberlakuan norma a quo. Pada sidang sebelumnya, jelas Asrun, pihaknya mengujikan 5 pasal yaitu Pasal 1 angka 1, Pasal 5 ayat (2), Pasal 57 huruf f, Pasal 65 ayat (2), dan Pasal 66. Namun kemudian diubah menjadi dua pasal saja, yakni Pasal 57 huruf f dan Pasal 65 ayat (2) UU BPJS. Berikutnya, sambung Asrun, pihaknya juga menambahkan satu Pemohon atas nama Mula Pospos yang juga merupakan pensiunan ASN yang mengalami kerugian yang sama seperti para Pemohon lainnya.
Penyusutan Manfaat
Sehubungan dengan kerugian konstitusional para Pemohon, Asrun menjabarkan elaborasi kerugian para Pemohon dalam bentuk tabel perbandingan, yang menggambarkan adanya penyusutan secara ekstrem pendapatan atau manfaat pensiun yang dialami para Pemohon.
"Jadi, jika program hari tua dan program pembayaran pensiun PT Taspen dialihkan ke BPJS Ketenagakerjaan, maka Pemohon hanya dibayarkan nilai tabungan hari tua hanya sebesar jumlah akumulasi iuran dan hasil pengembangannya. Kalau hasil pengembangannya nol, maka dia hanya terima akumulasi iuran. Kalau dia membayar iuran hanya 12 bulan, hanya 12 bulan, berbeda dengan ketika masih dikelola oleh PT Taspen," jelas Asrun yang hadir dalam sidang dengan didampingi prinsipal.
Mengutip putusan Mahkamah Konstitusi terkait dengan legalitas PT Taspen dalam Putusan MK Nomor 96 Tahun 2017, maka menurut Asrun, terdapat hubungan causal verband antara potensi kerugian dengan berlakunya suatu norma. Sehingga, dengan Mahkamah menyatakan bahwa norma a quo tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, maka potensi hilangnya kerugian konstitusional Pemohon itu akan hilang.
Pada sidang sebelumnya, para Pemohon merasa dirugikan hak konstitusionalnya karena terjadi penurunan manfaat dan layanan akibat pengalihan layanan program TASPEN kepada BPJS yang selama ini telah dirasakan manfaatnya oleh para Pemohon. Menurut para Pemohon, kebijakan atau politik hukum pemerintah menganut keterpisahan manajemen tata kelola jaminan sosial antara pekerja yang bekerja pada penyelenggara negara dengan pekerja yang bekerja selain pada penyelenggara negara. Hal tersebut termaktub dalam PP 45/2015 juncto PP 46/2015 yang menegaskan bahwa Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun bagi Peserta pada pemberi kerja penyelenggara negara dikecualikan dalam PP tersebut dan diamanatkan untuk diatur dalam peraturan pemerintah tersendiri.
Dengan demikian, menurut para Pemohon, pembentuk undang-undang menghendaki pelaksanaan penyelenggaraan program Jaminan Pensiun dan program jaminan hari tua bagi PNS dan Pejabat Negara (Pegawai yang bekerja pada penyelenggara negara), diselenggarakan secara terpisah dari pengelolaan program Jaminan Pensiun dan Jaminan Hari Tua bagi pegawai yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara negara (swasta). Hal ini menyebabkan para Pemohon merasakan adanya potensi kehilangan hak-hak terkait keuntungan yang selama ini didapatkan melalui keikutsertaan dalam Program Jaminan Sosial dan Tabungan Hari Tua akan hilang sejalan dengan berlakunya ketentuan pasal-pasal yang diujikan.(SriPujianti/LA/MK/bh/sya) |