JAKARTA, Berita HUKUM - Semakin maraknya kemajuan tekhnologi informasi turut melahirkan perang wacana melalui berbagai medium media untuk tujuan-tujuan tertentu. Selanjutnya perkembangan tekhnologi dan informasi tidak hanya mendorong perkembangan ilmu dan pengetahuan, namun turut berdampak pada pola pikir dan misi penyebaran informasi.
Media memiliki peran strategis dalam menentukan kemenangan perebutan wacana atau informasi. Selain kedekatannya dengan publik, juga sebagai jembatan informasi terbuka akan sebuah kejadian atau peristiwa, serta pengawasan sistem pemerintahan.
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Center for Study of Religion and Culture (CSRC) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Mayoritas masyarakat Indonesia menonton TV (94 persen), mendengarkan Radio (30 persen), dan membaca Koran (33 persen), Jadi Televisi merupakan sumber utama informasi dan edukasi masyarakat indonesia. Untuk itu, dengan jumlah penonton yang demikian besar, pengawasan konten televisi yang mengarah pada penyebaran paham radikalime patut untuk diwaspadai.
"Sudah sewajarnya, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) selaku badan Penanggulangan Terorisme yang mencakup pencegahan, perlindungan, deradikalisasi, penindakan dan penyiapan kesiapsiagaan nasional memiliki perhatian khusus atas hal itu," kata Kepala BNPT Komjen. Pol. Drs. H. Saud Usman Nasution, SH, MH, MM, saat sesi talkshow, dengan tema "Peningkatan Peran Media Penyiaran dalam Pencegahan Paham ISIS" di Jakarta pada, Jumat (18/9).
Komjen Pol. Drs. Saud Usman Nasution mengingatkan, "Berdasarkan pengalaman sejarah kita sering mengalami perang terhadap teroris. Paham radikalisme merupakan produk masyarakat kita. Untuk itu perlu ada kerjasama sinergi kebersamaan dengan komponen bangsa. Pencegahan lebih baik daripada penindakan," jelasnya, kepada para tamu undangan yang hadir dan awak media, serta para petugas BNPT dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Sementara itu, Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad menjelaskan bahwa KPI sebagai salah satu regulator penyiaran mengatakan, "Tugasnya mengawasi konten, isi siaran lembaga penyiaran, termasuk televisi dan radio juga mewaspadai hal itu. Dengan pengawasan konten televisi atas siaran yang mengandung fanatisme, sudah sepantasnya menjadi perhatian bersama," ujarnya.
Idy Muzayyad menambahkan, "Kini media tidak hanya menjadi monopoli pemerintah. Kemajuan tekhnologi ini juga menjadikan media bisa digunakan dan digerakan oleh siapa saja, untuk tujuan-tujuan tertentu," jelasnya.
Kerjasama kedua Lembaga dalam penangulangan dan meminimalisir penyebaran paham radikalisme melalui media penyiaran antara KPI dan BNPT sudah menjadi kebutuhan. Kerjasama antara KPI dan BNPT diharapkan dapat memberikan masukan dan arahan untuk lembaga penyiaran, rumah produksi (production house) dan stakehoulder penyiaran lainnya, untuk berpartisipasi dalam pencegahan radikalime dan terorisme melalui media penyiaran.
"Kerjasama dua lembaga ini bukan hanya seremonial, namun juga telah merancang ke depan bahwa kualitas konten televisi harus terus ditingkatkan. Termasuk peningkatan kualitas program televisi yang sesuai dengan karakter bangsa Indonesia," ungkap Idy Muzayyad.
Pantauan pewarta BeritaHUKUM.com, Acara Penandatangan Memorandum of Understanding (nota kesepahaman) kedua Lembaga KPI dan BNPT ini dihadiri kedua pimpinan lembaga, perwakilan lembaga penyiaran, sejumlah media, serta tamu undangan dari sejumlah lembaga. Usai penandatanganan, dilanjutkan dengan acara Talkshow, dengan tema "Peningkatan peran media penyiaran dalam pencegahan paham ISIS" dengan Nara sumber yakni Kepala BNPT Komjen. Pol. Drs. H. Saud Usman Nasution, SH, MH, MM, Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad, Gun-Gun Heryanto (Akademisi), Ikang Fauzi sebagai aktor dan penyanyi.(bh/mnd)
|