.*Mulai Dalami Kasus Hambalang
JAKARTA-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah membentuk tim terkait penjemputan bekas Bendahara Umum Partai Demokrat yang juga tersangka kasus wisma atlet, Muhammad Nazaruddin. Hal itu disampaikan Ketua KPK Busyro Muqoddas kepada wartawan di gedung KPK, Jakarta, Selasa (26/7).
Sikap ini, jelas Busyro, menanggapi kabar dari Menkumham Patrialis Akbar di Makassar bahwa tim yang dibentuk Kemenkumham yang terdiri dari jajaran Dirjen Adminstrasi Hukum Umum (AHU), kepolisian, dan keiimigrasian akan menjemput mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin di persembunyiannya pada malam ini. "Saya dengar seperti itu, KPK sudah membentuk tim dalam urusan perjalanan itu," ujar Busyro.
Namun, Busyro tidak merinci di mana tepatnya negara persembunyian Nazaruddin saat ini. Sebab, menurut dia, hal itu merupakan urusan teknis. Pihaknya hanya menjamin tidak akan ada diskriminasi terhadap Nazaruddin dari segi perlakuan KPK terhadap dirinya. "Jadi, tidak perlu ada kekhawatiran. Semuanya akan kami perlakukan sama, tidak ada yang perlu diistimewakan siapa pun tersangkanya," jelas dia.
Terkait dengan dugaan dugaan korupsi dalam tender proyek pembangunan pusat pelatihan atlet serbaguna di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, Busyro menyatakan, KPK mulai didalaminya. Bahkan, saat ini pihaknya mulai menelusuri dan mengumpulkan data-data dan informasi. Langkah sebagai upaya menanggapi himbauan Menko Polhukam Djoko Suyanto yang meminta KPK menelusuri semua dugaan korupsi yang telah merugikan negara. "Kami sudah mulai mengumpulkan data. Untuk Hambalang, kami sudah mulai mengumpulkan informasi," ujarnya.
Dalam rekaman wawancara via Skype, bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin yang kini menjadi buron terkait kasus suap Wisma Atlet SEA Games XXVI Palembang, Sumatra Selatan, menyatakan, ada aliran dana sebesar Rp100 miliar dari proyek Hambalang kepada Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.
Tolak Johan
Pada bagian lain, Ketua KPK juga dengan tegas menyatakan, hasil keputusan rapat pimpinan yang menolak rencana pengunduran diri juru bicara KPK, Johan Budi SP. Alasannya, meski mencalonkan diri sebagai pimpinan KPK periode ketiga, yang bersangkutan masih bisa menjalani tugasnya. Pihaknya menghormati hak Johan untuk mengikuti seleksi pimpinan KPK itu, tetapi jabatan sebagai Karo Humas KPK masih bisa melekat kepadanya
"Kami rapimkan alasan itu, kami timbang-timbang. Nah hasilnya dalam rapat itu pimpinan tidak menerima pengunduran diri dari mas Johan Budi. Apalagi track record Johan selama ini masih bersih, makanya kami tidak menerima permohonan dirinya,” tegasnya.
Namun, penegasan Busyro ini sedikit meragukan. Johan Budi mengaku, sekitar Januari 2010 pernah menemani Deputi Penindakan KPK Ade Rahardja bertemu dua politisi Senayan. "Saya memang pernah diajak Pak Ade menemui anggota DPR, cuma enggak disebut siapa namanya, untuk urusan apa," ujarnya.
Menurutnya, setelah peristiwa 'Cicak dan Buaya' yang menjerat dua pimpinan KPK Chandra M. Hamzah dan Bibit Samad Riyanto, di lingkungan KPK memiliki aturan tidak tertulis yang menyebutkan bahwa siapa pun yang bertemu orang yang berkaitan dengan tugas harus didampingi, tidak boleh sendirian menemui orang lain. "Waktu itu malam-malam Pak Ade ketemu anggota DPR. Ada dua orang. Saya tidak ingat Nazar apa bukan. Tapi saya pernah diajak sekali. Kata Pak Ade, 'Biar tidak ada fitnah'. Saya sebagai saksinya bahwa itu tidak ada hal yang bernuansa fitnah," ujarnya.
Meski tidak menjelaskan identitas orang yang ditemuinya dalam pertemuan tersebut, Johan mengatakan, pertemuan antara Ade dan politisi tersebut diadakan selama dua kali. Tetapi diirnya tidak kenal dengan orang yang ditemui itu. "Itu ada pertemuan makan di restoran. Habis itu saya ke kantor KPK. Hanya itu. Saya tidak ikut nimbrung. Hal ini sudah saya laporkan kepada Deputi Pengawasan Internal KPK Handoyo Sudrajat," ungkapnya.
Dua Kali
Sementara itu, Deputi Penindakan KPK Ade Rahardja mengakui, dirinya memang pernah dua kali bertemu dengan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M. Nazaruddin. Pertemuan itu terjadi di restoran kawasan Casablanca, Jakarta Selatan. Menurutnya salah satu dari pertemuan tersebut, ia ditemani oleh juru bicara KPK Johan Budi. "Suatu saat dapat SMS dari Nazaruddin dari Komisi III DPR. Katanya mau silahturahmi, kirim beberapa kali. Saya minta bantuan Johan," kata Ade.
Pertemuan tersebut, lanjut dia, atas permintaan Nazaruddin. Ia datang bersama Johan dan anggota DPR RI itu datang sendirian. "Pertama kali cerita dia menyinggung kasus juga, kasus Syafii Ahmad (korupsi proyek pengadaan alat rontgen portabel di Depkes pada 2007-2008). Saya bilang tidak bisa, sudah inkracht kan sekarang. Dari sini saya tahu ada hal aneh," imbuhnya.
Ade juga mengakui pertemuan kedua terjadi saat hari Raya Idul Fitri pada September 2010. Nazaruddin meminta untuk bertemu lagi. Pertemuan itu terjadi masih di tempat yang sama dengan yang sebelumnya. "Ditemani oleh Roni Samtana, penyidik KPK, di tempat yang sama di Casablanca. Ada beberapa pemintaan, tapi saya tolak juga," tandasnya, tanpa menyebutkan isi pertemuan itu.
Sedangkan Wakil Ketua KPK Chandra M Hamzah menyatakan dirinya tidak takut jika harus diperiksa komite etik KPK. Ia sudah memilki prinsip bahwa haram hukumnya menerima uang dengan memperdagangkan kasus-kasus korupsi. Ia pun menantang balik tersangka kasus dugaan suap proyek Wisma Atlet SEA Games XXVI Palembang Muhammad Nazaruddin untuk membuktikan tudingannya selama ini.
Chandra mengatakan sebagai wakil ketua KPK yang membawahi penindakan sudah tentu dirinya akan mengalami banyak serangan. Begitu pula dengan Ade Raharja yang menjadi deputi bagian penindakan. "Bagi saya, haram hukumnya menerima uang. Ini prinsip. Tidak ada sesuap pun yang bisa diberikan kepada saya dalam konteks penegakan kasus korupsi," ujar Chandra.(bmo/ans)
|