JAKARTA, Berita HUKUM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku akan segera melakukan kroscek terkait informasi dan fakta-fakta yang terkuak dari persidangan Wa Ode Nurhayati. Khususnya dalam kasus pengalokasian Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) soal keterlibatan pimpinan Badan Anggaran (Banggar) DPRRL.
"Saat ini KPK tidak diam dan masih melakukan validasi informasi yang terungkap dalam persidangan. Ini masih kita validasi," ucap Johan Budi, Juru Bicara KPK kemarin Senin (22/10).
Menurut Johan, pihaknya tidak bisa serta merta menetapkan seseorang menjadi tersangka hanya dari seluruh keterangan maupun informasi yang terkuak di persidangan.
Pasalnya selain harus memvalidasi keterangan-keterangan di persidangan tersebut, pihaknya juga harus memiliki dua buah alat bukti yang cukup untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka.
"Nanti akan kita cek, dan mencari minimal dua alat bukti untuk menelaah fakta-fakta di persidangan," tuturnya.
Dan setelah menemukan alat bukti yang cukup, maka KPK tentu akan membuka penyelidikan baru untuk menyeret para pelaku koruptor yang menjadi momok bangsa. "Nanti jika sudah ada bukti akan kita buka penyelidikan baru," bebernya.
Sementara itu, usai persidangan vonis beberapa waktu lalu, saat ditanya wartawan soal keterlibatan Badan Anggaran, Wa Ode Nurhayati, politisi dari Partai Amanat Nasional tersebut mengaku saat ini tidak ingin melangkah lebih jauh karena memilih fokus pada kasus hukum yang sedang menimpa dirinya tersebut. "Maaf saat ini saya hanya ingin fokus dulu pada kasus saya. Saya ini kan sudah biasa dijadikan kelinci percobaan," ucapnya.
Seperti diketahui, pada persidangan Wa Ode Nurhayati terungkap dugaan keterlibatan anggota Banggar dan pimpinan DPR dalam kasus suap DPID yakni mantan pimpinan Banggar DPR, Melchias Markung Mekeng yang pernah menerima Rp 250 milliar dari proyek DPID sebagai jatah konstitusional.
Yang bersangkutan mengetahui keterlibatan Mekeng dari berkas pemeriksaan tenaga ahli Banggar DPR RI, Nando yang menyatakan empat pimpinan Banggar DPR RI menerima jatah Rp 250 miliar. Sedangkan Ketua DPR RI Marzuki Alie menerima Rp 300 miliar. Adapun tiga wakilnya, Anis Matta, Priyo Budo Santoso, serta Pramono Anung menerima Rp 250 miliar.
Sebelumnya, Wa Ode Nurhayati divonis oleh Majelis Hakim Tipikor dengan vonis hukuman enam tahun kurungan dan denda Rp 500 juta. Selain terbukti menerima commitment fee dalam pengurusan alokasi DPID di empat kabupaten, terdakwa juga dianggap melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Di mana Wa Ode menempatkan uangnya sejak tahun 2010 - 2011 dalam rekeningnya dan mengasumsikan sebagai hasil usaha bisnis sampingannya di Merauke dan Makasar. Namun saat di persidangan yang bersangkutan tidak bisa membuktikan kebenaran usahanya tersebut.
Kedua belah pihak baik KPK ataupun terdakwa mengajukan banding karena sama-sama tidak puas dalam putusan hakim tersebut. Dimana versi KPK, vonis yang dijatuhkan hakim lebih ringan daripada apa yang diinginkan oleh Jaksa Penuntut Umum.(ip/kpk/bhc/opn) |