JAKARTA, Berita HUKUM - Sidang pembuktian perkara PHPU Kota Gorontalo 2013 - Perkara No. 32, 33 dan 34/PHPU.D-XI/2013 - kembali digelar pada Kamis (18/4) sore. Agenda sidang, selain mendengarkan Ahli dari Pemohon Adhan Dambea dan Inrawanto, juga mendengarkan jawaban Termohon (Komisi Pemilihan Umum Kota Gorontalo) dan tanggapan Pihak Terkait (Marten Taha dan Budi Doku, pasangan calon nomor urut 2) terhadap dalil-dalil yang diajukan Pemohon.
KPU yang diwakili kuasa hukumnya, Supomo Lihawa, menanggapi dalil permohonan Pemohon sebelumnya. Dikatakan oleh Supomo bahwa permohonan Pemohon kabur dan tidak jelas (obscuur libel).
“Setelah membaca seluruh uraian dalil yang dikemukakan oleh Pemohon, sama sekali tidak terkait langsung dengan Pemohon Feriyanto Mayulu dan Abdurrahman Bahmid selaku pasangan calon walikota dan wakil walikota nomor urut 1 dalam Pemilukada Kota Gorontalo 2013. Pemohon seharusnya dapat menguraikan hubungan sebab akibat yang langsung berhubungan dengan Pemohon,” urai Supomo.
Selain itu, ungkap Supomo. seluruh dalil yang dikemukakan oleh Pemohon sama sekali tidak terkait dengan hasil penghitungan suara yang ditentukan oleh Termohon, sehingga telah nyata permohonan tidak memenuhi syarat sebagaimana diamanatkan oleh PMK Nomor 15 Tahun 2008.
Sementara itu Pihak Terkait menyampaikan tanggapannya melalui kuasa hukum Heru Widodo. “Pada dasarnya Pihak Terkait menolak dengan tegas seluruh dalil permohonan Pemohon,” ucap Widodo kepada Majelis Hakim.
Di antaranya, Pihak Terkait menolak tuduhan pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif yang melibatkan Gubernur Gorontalo, Rusli Habibie. “Hal itu tidak benar karena fakta yang sebenarnya tidak pernah gubernur menggunakan keuangan dan fasilitas negara dalam mendukung pasangan calon nomor urut 2 atau Pihak Terkait,” kata Heru. “Kehadiran Bapak Rusli Habibie dalam kampanye Pihak Terkait ketika itu dilakukan dalam kapasitas sebagai Ketua DPD Partai Golkar Provinsi Gorontalo,” tambah Heru.
Ahli Pemohon
Sementara itu, Marbun selaku Ahli dari Pemohon Adhan Dambea dan Inrawanto dalam persidangan menjelaskan hal terkait putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Tingkat Pertama. Sesuai ketentuan Pasal 115 UU No. 5/1986 tentang PTUN disebutkan bahwa hanya putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap yang dapat dilaksanakan.
“Jadi kata kuncinya putusan itu harus sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Nah, bagaimana kalau putusan pengadilan itu belum memperoleh kekuatan hukum tetap? Saya akan uraikan sedikit pengertian keputusan tata usaha negara. Ini penting karena putusan itu merupakan objek sengketa di Peradilan Tata Usaha Negara,” jelas Marbun.
Menurut ketentuan Pasal 1 angka 3 UU No. 5/1986 atau Pasal 1 angka 9 UU No. 51/2009, dirumuskan bahwa yang dimaksud keputusan tata usaha negara adalah unsur-unsurnya itu. Pertama, penetapan tertulis. Kedua, dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara. Ketiga, dalam lapangan tata usaha negara. Keempat, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kelima, bersifat kongkret, individual dan final. Terakhir, menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. “Di antara unsur-unsur itu, yang relevan dengan pertanyaan Pemohon tadi adalah putusan itu dikeluarkan berdasarkan peraturan perundang-undangan,” ucap Marbun.(nta/mk/bhc/rby) |